Pos oleh :

tim editor

Analisis Perlindungan Privasi dan Keamanan Data Pribadi: UU No 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi

Oleh: Faizatush SholikhahLastria Nurtanzila


Yogyakarta, 18 November 2024 – Pemerintah mendorong digitalisasi di berbagai sektor, termasuk digitalisasi data-data pribadi. Sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGs) yang berkaitan dengan Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh, penelitian Perlindungan Privasi dan Keamanan Data Pribadi: UU No 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi berupaya melihat kesiapan penyimpanan data termasuk kesediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengelolanya. Permasalahan lemahnya keamanan data pribadi digital juga diikuti dengan perlunya peningkatan kesadaran masyarakat tentang keamanan data dan privacy. Penelitian ini berlangsung dari Mei hingga Oktober 2024 dan bertujuan untuk mengeksplorasi tantangan serta upaya perlindungan data pribadi di era digital dilihat dari UU No 27/2022 tentang pelindungan data pribadi.

Dian Puteri Ramadhani dkk (ed, 2023) dalam bukunya yang diterbitkan Routledge “Acceleration of Digital Innovation & Technology towards Society 5.0” merupakan kumpulan tulisan (proceeding) membahas pengguna pasar yang saat COVID 19 melanggan Game Online, berlangganan Video on Demand seperti Netflix, Disney+Hotstar Indonesia dimana masyarakat dalam mengakses layanan-layanan tersebut membutuhkan share data pribadi. Pendekatan studi fenomenologi dan kearsipan digunakan untuk membantu menggambarkan posisi fenomena literasi digital serta menganalisis aspek perlindungan privasi dan keamanan data pribadi. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu dan kebijakan, dimana narasumber penelitian selaku individu akan ditanya pendapatnya terkait kebijakan-kebijakan dalam perlindungan privasi dan keamanan data pribadi.

Dalam konteks Indonesia, dimana transformasi digital berkembang pesat, pengembangan penyimpanan data digital yang dapat ditawarkan di pasar Indonesia diperlukan diiringi dengan peningkatan kapasitas dan kapabilitas keamanan data pribadi. Beberapa hal penting terkait perlindungan privasi dan keamanan data pribadi di Indonesia:

  1. Keterbatasan Regulasi: Meskipun Indonesia telah memiliki Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan pada tahun 2022, implementasinya masih menghadapi tantangan dalam hal penegakan hukum dan kesadaran masyarakat. Banyak lembaga yang belum sepenuhnya memahami dan menerapkan kebijakan perlindungan data pribadi dengan baik.
  2. Kesenjangan Pengetahuan Publik: Penelitian ini mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia, terutama di daerah-daerah non-perkotaan, masih minim pemahaman tentang pentingnya perlindungan data pribadi. Hal ini memungkinkan adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengeksploitasi data pribadi secara ilegal.

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan Indonesia dapat memperkuat sistem perlindungan data pribadi serta menciptakan kebijakan yang adil dan transparan terkait perlindungan privasi di era digital.


Faizatush Sholikhah & Lastria Nurtanzila merupakan pengajar dan Ketua Program Studi Sarjana Terapan Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.

Merawat Ingatan Tentang Bangunan Cagar Budaya Melalui Rekaman Suara

Oleh: Irfan R. Darajat

Universitas Gadjah Mada merupakan perguruan tinggi negeri pertama di Indonesia yang diresmikan pada 16 Desember 1949 oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dengan statusnya sebagai Universitas atau institusi pendidikan tinggi pertama di Indonesia, UGM memiliki beberapa bangunan bersejarah. Bagunan cagar budaya yang paling terkenal dari UGM adalah gedung Balairung yang kini menjadi pusat perkantoran rektorat UGM. Selain itu, terdapat bagunan bersejarah lain di UGM, yaitu Gedung Pantja Dharma. Gedung Pantja Darma pada awal pendiriannya disebut sebagai gedung Schiec-terrein atau Lapangan Tembak Sekip. Gedung Pantja Dharma memiliki sejarah yang panjang sebagai suatu komplek Bagunan Cagar Budaya. Salah satu peritiwa paling penting yang pernah diadakan di Gedung Pantja Dharma adalah rapat persiapan Konferensi Colombo. Berbagai perubahan fungsi dari gedung Pantja Darma dari saat didirikan hingga sekarang menjadi permasalahan penting dan menarik untuk didiskusikan.

Gedung Pantja Dharma kini berfungsi sebagai kompleks ruang pendidikan Sekolah Vokasi, UGM yang dihuni oleh 8 Departemen dan 23 Program Studi. Gedung Pantja Dharma terletak pada ruang Jalan Persatuan dan dikelilingi oleh 4 ruas jalan yang lain, yaitu Jalan Acasia, Jalan Yacaranda, dan Jalan DR. Sardjito. Keempat ruas jalan ini menopang beberapa aspek kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Terdapat kompleks perbankan di sebelah utara gedung, simpang emapt di sisi Selatan gedung, kompleks rumah ibadah di sisi Timur gedung, terdapat kompleks perbelanjaan di sisi Tenggara gedung, barisan penjualan jasa perbaikan tas di sisi selatan gedung, serta pada bagian trotoar di muka dan sampaing gedung merupakan tempat pedagang kaki lima penjual makanan. Aktivitas yang begitu dinamis diperlihatkan oleh masyarakat di sekitar Gedung Pantja Dharma. Sebagai bagunan cagar budaya dan ruang pendidikan, Gedung Pantja Dharma memengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Hal yang paling menonjol tetapi seringkali luput adalah aspek suara lingkungan yang melingkupi Gedung Pantja Dharma.

Hal ini perlu diamati dengan pendekatan analisis soundscape pada lingkungan Gedung Pantja Dharma. Soundscape didefinisikan sebagai “acoustic environment as perceived or experienced and/or understood by people, in a specific context”. Soundscape mewakili pergeseran paradigma di bidang akustik lingkungan: menggabungkan pendekatan fisik, sosial, dan psikologis terhadap karakterisasi, manajemen, dan desain lingkungan suara alami dan perkotaan (Kang, 2018). Dalam kaitannya dengan cagar budaya, Soundscape memiliki keterikatan yang kuat. Suara-suara yang muncul pada suatu tempat kerap membangkitkan ingatan dan identitas atas kelompok masyrakat tertentu. Suara dalam yang timbul di lingkungan cagar budaya juga kerap ditimbulkan dari masyarakat, pengunjung, aspek hiburan dan ekonomi, dan aspek sosial lainnya (Bartalucci and Luzzi, 2020).

Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana kita dapat melakukan percakapan terkait ingatan di masa lampau dari sebuah bagunan cagar budaya melalui rekaman suara. Dengan melakukan pendekatan rekaman suara di area gedung cagar budaya, kita dapat membayangkan bagaimana zaman telah bergerak, kondisi sosial ekonomi masyarakat mengalami perubahan. Apa yang bisa kita ceritakan dari zaman saat ini dengan bising kendaraan, suara pengamen jalanan yang menyusup masuk ke ruang perkuliahan, dan dengun mesin penyejuk udara yang mayoritas memenuhi seluruh gedung.

Aktifitas field recording dalam hal ini dapat digunakan pula sebagai data awal untuk menyusun wacana terkait dengan Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan sesuai dengan capaian SDGs 11. Bagaimana melalui suara kita dapat merekam geliat ekonomi-sosial-politik warga yang hidup berdampingan dengan civitas akademik. Bagaimana institusi pendidikan berkontribusi pada imajinasi pembangunan kota yang inklusif, aman, dan berkeanjutan. Dengan suara kendaraan yang didominasi kendaraan pribadi baik roda dua atau roda empat, kita dapat bertanya terkait transportasi publik yang umum dan menjangau berbagai kawasan. Rekaman suara juga menjadi jalan untuk mendengar suara warga. Bagaimana warga memberikan makna pada bangunan bersejarah ini, apa ia hanya menjadi bangunan yang terpisah dari masyarakat, atau bagaimana relasinya dengan masyarakat hari ini. Penelitian ini dapat menjadi mula untuk diskusi-diskusi selanjutnya.

Referensi:

Bartalucci, Chiara, and Sergio Luzzi. 2020. “The Soundscape in Cultural Heritage.” IOP Conference Series: Materials Science and Engineering 949(1):012050. doi: 10.1088/1757-899X/949/1/012050.

Kane, Brian. 2014. Sound Unseen: Acousmatic Sound in Theory and Practice. Oxford New York: Oxford university press.

Irfan R. Darajat merupakan dosen Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi DBSMB UGM.

Mendengarkan Pantjadharma: Apa yang dibicarakan Saat Kita Mendengarkan Suara-Suara?

Oleh: Irfan R. Darajat

Gedung Pantja Dharma yang kini berfungsisebagai kompleks ruang pendidikan Sekolah Vokasi, UGM yang dihuni oleh 8 Departemen dan 23 Program Studi, merupakan bangunan cagar budaya provinsi Yogyakarta. Gedung Pantja Darma pada awal pendiriannya disebut sebagai gedung Schiec-terrein atau Lapangan Tembak Sekip. Gedung Pantja Dharma memiliki sejarah yang panjang sebagai suatu komplek Bagunan Cagar Budaya. Salah satu peritiwa paling penting yang pernah diadakan di Gedung Pantja Dharma adalah rapat persiapan Konferensi Colombo.

Gedung Pantja Dharma terletak pada ruang Jalan Persatuan dan dikelilingi oleh 4 ruas jalan yang lain, yaitu Jalan Acasia, Jalan Yacaranda, dan Jalan DR. Sardjito. Keempat ruas jalan ini menopang beberapa aspek kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Terdapat kompleks perbankan di sebelah utara gedung, simpang emapt di sisi Selatan gedung, kompleks rumah ibadah di sisi Timur gedung, terdapat kompleks perbelanjaan di sisi Tenggara gedung, barisan penjualan jasa perbaikan tas di sisi selatan gedung, serta pada bagian trotoar di muka dan sampaing gedung merupakan tempat pedagang kaki lima penjual makanan. Aktivitas yang begitu dinamis diperlihatkan oleh masyarakat di sekitar Gedung Pantja Dharma. Sebagai bagunan cagar budaya dan ruang pendidikan, Gedung Pantja Dharma memengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Hal yang paling menonjol tetapi seringkali luput adalah aspek suara lingkungan yang melingkupi Gedung Pantja Dharma.

Dengan status Gedung Pantja dharma yang kini telah ditetapkan sebagai bagunan Cagar budaya Provinsi, praktik perekaman suara di area gedung. Pendekatan soundscape digunakan untuk mengamati tingkat kebisingan di sekitar bangunan cagar budaya yang sekaligus juga berfungsi sebagai ruang pendidikan. Pendekatan soundscape juga dapat digunakan untuk mengamati variasi suara yang muncul akibat pergaulan sosial masyarakat di sekitar bagunan cagar budaya.  ini dapat mendorong aspek-aspek penting yang dapat dipersiapkan dalam peningkatan status cagar budaya Gedung Pantja Dharma ke tingkat Nasional. Peningkatan status tersebut diharapkan dapat memengaruhi kebijakan untuk meningkatan perawatan, penjagaan, dan pelestarian warisan budaya Indonesia.

Metode pengambilan soundscape menggunakan teknik binaural recording, dengan menggunakan microphone omnidirectional yang mencona coba menyerupai telinga manusia, untuk mencoba mendekati hasil yang mendekati dengan persepsi pendengaran manusia. Pengambilan rekaman suara akan dilakukan dengan waktu yang berbeda dalam hari yang berbeda. Pengambilan data dapat dilakukan dengan cara mengambil hari Senin pada pagi, siang, sore, dan malam hari. Selain hari senin Hari yang dipilih adalah hari Jumat dan Sabtu untuk menandakan waktu kerja sivitas akademika dan interiksa lingkungan dengan kota Yogyakarta yang terkenal dengan kawasan pariwisata. Pengambilan rekaman suara ini akan terus dilakan secara periodik dalam kurun waktu kelipatan 1 tahun untuk mengamati perubahan sosial melaui variasi kemunculan suara. Data selanjutnya adalah persepsi pendengar atas suara tersebut. Pendengar dalam hal ini adalah sivitas akademik yang menghidupi bangunan cagar budaya dan ruang pendidikan Gedung Pantja Dharma. Subjek pendengar dalam penelitian ini pun tidak tunggal, selain sivitas akademik, pendengar yang lain adalah para masyarakat yang hidup dan bekerja di ruang-ruang trotoar cagar budaya Gedung Pantja Dharma. Pengambilan data dari pendengar akan dilakukan dengan teknik survey dan wawancara.

Dalam proses perekaman suara yang masih terus berlangsung ini, temuan rekaman suara banyak memunculkan keragaman suara yang dihadilkan oleh mesin yang dioperasikan oleh manusia. Suara kendaraan bermotor (roda dua dan roda empat), suara adzan, suara dengung mesin penyejuk udara, dan kadang-kadang melintas suara ambulans. Dengan adanya beberapa pohon peneduh dan rindag di kawasan Gedung Pantjadharma, suara kicau burung masih sesekali terdengar, suara percakapan mahasiswa, dan suara pengamen di simpang empat Mirota Kampus terkadang menembus Hall gedung paling selatan.

Aktifitas field recording dalam hal ini dapat digunakan pula sebagai data awal untuk menyusun wacana terkait dengan Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan sesuai dengan capaian SDGs 11. Bagaimana melalui suara kita dapat merekam geliat ekonomi-sosial-politik warga yang hidup berdampingan dengan civitas akademik. Bagaimana institusi pendidikan berkontribusi pada imajinasi pembangunan kota yang inklusif, aman, dan berkelanjutan.

Referensi:

Bartalucci, Chiara, and Sergio Luzzi. 2020. “The Soundscape in Cultural Heritage.” IOP Conference Series: Materials Science and Engineering 949(1):012050. doi: 10.1088/1757-899X/949/1/012050.

Kane, Brian. 2014. Sound Unseen: Acousmatic Sound in Theory and Practice. Oxford New York: Oxford university press.

 

Irfan R. Darajat merupakan Dosen Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi DBSMB UGM.

Kisah Perjalanan PSIM dalam Instagram @bawahskor

Oleh: Faisol Fajar Bagus Junaedi & Arif Rahman Bramantya


Dorongan perkembangan teknologi mulai membuat dunia kearsipan perlu beradaptasi pada media yang digunakan. Penggunaan internet telah mendukung penyebaran informasi arsip menjadi lebih luas dan susah untuk dikendalikan. Dengan adanya penggunaan media digital, kertas tidak lagi digunakan sebagai media penyebaran informasi ke publik. Kini pandangan publik terhadap kertas juga telah berubah menjadi hal yang formal dan bahkan sulit dicerna. Netizen akan lebih mudah mencerna suatu informasi dari layar gawai mereka masing-masing. Kaitannya dengan arsip digital menurut Muhidin (2019) adalah data yang dapat disimpan dan ditransmisikan dalam bentuk kode biner yang dapat dibuka, dibuat atau dihapus dengan alat komputasi yang dapat membaca atau mengolah data dalam bentuk biner, sehingga arsip dapat dimanfaatkan. Pengertian tersebut berhubungan dengan adanya digitalisasi yang berarti proses pemakaian sistem digital, yang mana penyimpanan dan penggunaan arsip dapat dilakukan dalam bentuk digital. Dengan mengikuti trend yang ada pada masa kini, media sosial dapat menjadi alat dalam penyebaran segala informasi dari semua kalangan. Komunitas kecil yang tidak terpandang pun dapat menggunakan strategi tersebut untuk menaikkan engagement dan personal branding mereka seperti apa yang dilakukan oleh Bawah Skor Mandala pada laman Instagramnya (@bawahskor).

Bawah Skor Mandala terbentuk karena adanya keresahan Dimaz Maulana mengenai para suporter fanatik klub sepakbola PSIM Yogyakarta yang terlalu berani mengatakan bahwa PSIM berdiri sejak tahun 1929, tetapi mereka sendiri tidak mengetahui secara pasti sejarah dan fakta sebenarnya. Oleh karena itu, Dimaz Maulana berinisiatif mencari bukti-bukti sejarah berupa koran, majalah, foto, dan video yang memuat kabar berita atau peristiwa sejarah PSIM dan mengurutkannya sesuai kronologi dengan harapan kisah perjalanan PSIM menjadi valid karena didukung oleh fakta dari bukti sejarah yang telah dikumpulkan.

Bawah Skor Mandala terbentuk karena sebuah dorongan mengenai tidak adanya kearsipan yang mengenang sejarah dari klub sepak bola asal Yogyakarta yaitu PSIM. Tidak adanya fakta sejarah tersebutlah yang membuat seorang Dimaz Maulana selaku pelopor dan pengelola Bawah Skor Mandala untuk berinisiatif mengumpulkan arsip dari berbagai media dan menggunakan media sosial terutama Instagram sebagai alat penyebaran informasi arsip kepada publik. Namun, sebelum menjadi media penyebaran informasi arsip, pada tahun 2010 Bawahskor hanya fokus dalam penjualan merchandise PSIM untuk menunjang kebutuhan suporter dan menyebarkan fanatisme dengan mengutamakan konsep kajian historis, simpel dan nyaman saat digunakan setiap mendukung PSIM atau dikenakan sehari-hari. Baru pada tahun 2013 Bawahskor mulai fokus pada pengarsipan PSIM (Junaedi & Arifianto, 2014). Menyebarkan kecintaan sepak bola khususnya di Yogyakarta menjadi dasar Dimaz Maulana untuk menyebarkan semangat fanatisme melalui informasi arsip pada media sosial. Pada media sosial juga arsip dapat dinarasikan seakan-akan lebih bersuara dan membicarakan apa yang terjadi di dalamnya. Pengumpulan arsip Bawahskor banyak melalui Jogja Library yang berada di Jalan Malioboro Yogyakarta. Sampai artikel ini ditulis, laman instagram Bawahskor telah memiliki 23,8 ribu pengikut dan masih menjadi pusat informasi arsip sejarah PSIM dari tahun ke tahun. Bahkan bukan hanya itu saja, Bawahskor juga memiliki banyak program yang bahkan di luar sepak bola untuk menularkan kecintaan terhadap klub sepak bola Jogja ini, seperti diterbitkannya majalah khusus yaitu Matchgazine, adanya program kolaborasi seperti Pot Sejuta Harapan dan Bersih Sampah.

Gambar 1.0. Laman instagram Bawahskor (Sumber: Instagram @bawahskor, 2024)

Seiring perkembangan zaman, Instagram menjadi salah satu media sosial yang menjadi jembatan komunikasi antar generasi. Generasi sekarang akan lebih tertarik dengan penggunaan media sosial sebagai sumber informasi. Oleh karena itu, penggunaan media sosial dalam menyebarkan informasi arsip akan terasa lebih strategis dan mudah dicerna daripada media konvensional. Segmentasi audiens merupakan salah satu strategi yang penting bagi penentuan konten seperti dalam pernyataan Putranto (2018) “They should pay attention to the target market of the users they want to attract in order to determine the content of the account.” Dalam kasus ini, target utama Bawahskor memang pendukung klub sepak bola Jogja PSIM, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk menggaet semua kalangan warga jogja agar mendukung tim sepak bola PSIM. Oleh karena itu, Bawahskor menentukan isi konten berupa arsip digital foto maupun video yang mengandung nilai kesejarahan bagi PSIM dan pendukungnya. Kelebihan lain dari arsip yang diunggah di media sosial adalah tidak akan hilang begitu saja saat pergantian hari, bulan, sampai tahun. Informasi yang terkandung di dalamnya akan terus tersimpan. Sampai saat artikel ini ditulis, laman akun instagram @bawahskor telah memiliki 755 unggahan dan kita sebagai publik masih bisa mengakses unggahan terdahulu dari Bawahskor dan informasi yang terkandung dalam arsip digital pun masih sama. Dengan begitu, orang yang baru saja mengikuti akan bisa langsung mengakses unggahan lama yang berisi arsip tentang sejarah sepak bola PSIM.

Gambar 2.0. Salah satu unggahan @bawahskor (Sumber: Instagram @bawahskor, 2024)

            Setiap arsip foto yang diunggah akan diberikan narasi untuk mempermudah pembaca memahami konteks yang ada pada unggahan Bawahskor. Informasi yang disampaikan juga tergantung seberapa banyak informasi yang diketahui oleh Bawahskor itu sendiri. Beberapa terdapat arsip dari potongan majalah atau koran lama, foto dari seseorang yang berhasil Bawahskor kumpulkan sendiri. Setiap arsip foto memiliki ceritanya masing-masing yang mana hal ini menjadi keunikan tersendiri untuk Bawahskor karena telah berhasil mengabadikan kenangan atau sejarah dan berusaha memberikan informasi untuk pembaca dalam memahami konteks. Bawahskor membuktikan bahwa tidak semua arsip didiamkan dalam perpustakaan yang pastinya akan terlupakan. Namun, arsip tersebut harus dipublikasikan agar informasi yang terkandung di dalamnya tidak dilupakan dan menjadi kenangan tersendiri bagi para pendukung PSIM.

Referensi:

Junaedi, F dan Arifianto, B.D. (2017). “Berawal Dari Kecintaan, Berproses dalam Media Komunitas Sepakbola: Menengok Manajemen Media Komunitas Berbasis Fans Sepakbola”, dalam Fajar Junaedi (ed). Mediaformosa: Tranformasi Media Komunikasi di Indonesia. Yogyakarta: Buku Litera,  UMY repository. Retrieved from: https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/24/BOOK_Mediamorfosa_Fajar%20J%2C%20Budi%20DA_Berawal%20Dari%20Kecintaan.pdf

Kusumawardani, G., Hanggoro, B. T., Nasional, A., Indonesia, R., & Selatan, J. (n.d.). Media Sosial Sebagai Alternatif Penyimpanan Arsip Digital Pribadi Social Media As An Alternative To Digital Personal. 157–175.

Muhidin, S. A., Winata, H., & Santoso, B. (2019). Pengelolaan Arsip Digital. JPBM (Jurnal Pendidikan Bisnis Dan Manajemen), 2(3), 178–183. http://journal2.um.ac.id/index.php/jpbm/article/view/1708

Putranto, W. A. (2018). Content Marketing Strategies via Instagram for Indonesian Libraries. 1–9.


Faisol Fajar Bagus Junaedi merupakan anggota tim peneliti dan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi, Sekolah Vokasi UGM.

Arif Rahman Bramantya merupakan pengajar Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.

Pentingnya Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) Pengelolaan Arsip Inaktif di Record Center

Oleh: Supriadianto, Muhammad Farolan Ramadhani & Surya Pratama


Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai suatu lembaga pendidikan, Departemen Bahasa, Seni, dan Manajemen Budaya Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada  melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yang mana menghasilkan arsip terkait kegiatan-kegiatan di lingkup departemen tersebut.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dijelaskan bahwa arsip inaktif merupakan arsip yang frekuensi penggunaannya telah menurun. Istilah arsip dinamis inaktif ini umumnya merujuk pada arsip yang sudah jarang digunakan atau pada arsip yang sudah tidak digunakan yang masih disimpan hingga masa retensinya berakhir. Menurut (Duranti & Frank, 2015:587) jenis-jenis arsip ini memiliki istilah yang berbeda dan lebih spesifik; yang pertama disebut sebagai semi-active records, sedangkan yang kedua disebut sebagai inactive records. Kedua istilah ini tercakup dalam istilah yang digunakan di lingkungan kearsipan di Indonesia yakni arsip dinamis inaktif.

Apabila ditinjau dari segi penataan, ada dua jenis arsip dinamis inaktif yakni arsip dinamis inaktif teratur dan arsip dinamis inaktif tidak teratur. Arsip dinamis inaktif tergolong teratur apabila fisik arsipnya sudah tertata berikut semua kelengkapan dan instrumen kontrol berupa daftar arsip dan jadwal retensi arsip. Sebaliknya, arsip dinamis inaktif tidak teratur merupakan arsip yang fisik arsipnya belum tertata dan tidak memiliki kelengkapan dan  instrumen kontrol pengelolaannya (Rusidi, 2008).

Dalam hal pengelolaan arsip, diperlukan suatu pedoman yang baku yang mengatur standar pengelolaan arsip di suatu lingkungan kerja. Dalam konteks Indonesia, sudah ada peraturan-peraturan di tingkat nasional, daerah, maupun institusi yang mengatur tentang pengelolaan arsip di lingkungannya. Akan tetapi, peraturan-peraturan ini masih bersifat umum dan belum merujuk secara spesifik pelaksanaan kerja sesuai situasi, kondisi, dan sistem kerja yang berlaku di lapangan. Hal ini membuat pengelola arsip harus mengira-ngira dengan menggunakan intuisi dan insting mereka dalam mengelola arsip yang ada di bawah tanggung jawab mereka. Fenomena ini membuat pengelolaan arsip menjadi tidak baku karena tiap-tiap arsiparis memiliki pandangannya sendiri-sendiri.

Fenomena ini bisa berdampak buruk terhadap keberlanjutan pengelolaan arsip suatu institusi. Adanya arsiparis yang menerapkan peraturan yang berlaku di lingkungan kerjanya dengan standarnya sendiri bisa membuat hasil pengelolaan arsip menjadi tidak konsisten. Hal ini kemudian bisa berujung pada kerugian institusi pemilik arsip. Untuk mencegah agar hal ini tidak terjadi, diperlukan suatu standar operasional yang baku agar pelaksanaan kerja bisa terlaksana dengan seragam dan mutunya terjamin.

Menurut Griffin (2004), Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu standar perencanaan yang berisikan uraian langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam keadaan tertentu. Hal ini berarti bahwa SOP sifatnya sudah lebih konkrit dan sudah mengacu kepada kegiatan riil di lapangan dan bukan hanya sekedar sebuah panduan umum yang mengatur secara garis besar konseptual suatu pekerjaan. Tentunya dengan adanya suatu pedoman yang lebih mendetail, pelaksanaan pekerjaan akan jadi lebih terkendali dan lebih terjamin mutunya. Maka dari itulah, apabila pengelolaan arsip dilakukan dengan sebuah SOP sebagai pedomannya, pelaksanaan, hasil kerja, hingga keberlanjutannya bisa jadi lebih konsisten.

Referensi:

Duranti, L., & Franks, P. C. (Eds.). (2015). Encyclopedia of archival science. Rowman & Littlefield.

Griffin, R. W., 2004. Manajemen. Jakarta: Erlangga.

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Rusidi. (2008). Penanganan arsip inaktif tidak teratur. 1–10. http://dpad.jogjaprov.go.id/article/archive/download/penanganan-arsip-inaktif-tidak-teratur-69.


Supriadianto merupakan pengajar Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.

Muhammad Farolan Ramadhani & Surya Pratama merupakan anggota tim peneliti dan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.

Dinamika Akses Informasi Publik Dalam Dua Sudut Pandang Regulasi di Indonesia: Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Kearsipan

Oleh: Lastria Nurtanzila dan Faizatush Sholikhah


Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah membuat kemajuan signifikan dalam mempromosikan transparansi dan akuntabilitas melalui komitmennya terhadap akses informasi publik. Komitmen ini sejalan dengan salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yang bertujuan untuk mempromosikan kedamaian, keadilan, dan institusi yang kuat. Aspek penting dari tujuan ini adalah ketersediaan informasi untuk pengambilan keputusan terintegrasi dan partisipasi. Memahami pengelolaan informasi publik sangat penting dalam konteks ini, karena hal ini membentuk hubungan antara pemerintah dan warganya.

Pengelolaan informasi publik di Indonesia diatur oleh dua regulasi kunci: UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Masing-masing undang-undang ini memiliki peran yang berbeda dalam pengelolaan informasi publik, dan interaksi mereka sangat penting untuk memahami dinamika akses informasi di negara ini. Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang dua sudut pandang regulasi ini dan implikasinya terhadap akses informasi publik di Indonesia.

Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah analisis naratif dengan pendekatan kualitatif. Dengan menganalisis konten dari dua regulasi tersebut, studi ini berusaha memberikan gambaran detail tentang dinamika akses informasi publik di Indonesia. Temuan penelitian ini akan memetakan pemahaman tentang akses informasi dari sudut pandang Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Kearsipan.

Salah satu tantangan signifikan yang diidentifikasi dalam studi ini adalah kesenjangan dalam memahami informasi publik berdasarkan undang-undang tersebut, yang sering kali menyebabkan sengketa mengenai akses informasi publik. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik menekankan hak warga negara untuk mengakses informasi yang dimiliki oleh otoritas publik, sehingga mendorong transparansi dan akuntabilitas. Namun, Undang-Undang Kearsipan lebih fokus pada pengelolaan dan pelestarian catatan publik, yang kadang-kadang dapat bertentangan dengan prinsip keterbukaan.

Interaksi antara kedua undang-undang ini dapat menciptakan kompleksitas dalam pelaksanaan akses informasi publik. Misalnya, sementara Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik mendorong pelepasan informasi, Undang-Undang Kearsipan dapat memberlakukan pembatasan pada jenis informasi tertentu untuk melindungi data sensitif. Dualitas ini dapat menyebabkan kebingungan di antara warga dan pejabat publik, yang mengakibatkan sengketa mengenai informasi apa yang seharusnya dapat diakses.

Lebih jauh lagi, studi ini menyoroti pentingnya pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi pejabat publik dalam memahami dan menerapkan undang-undang ini secara efektif. Tanpa pengetahuan dan keterampilan yang memadai, pejabat dapat secara tidak sengaja membatasi akses informasi, yang merusak prinsip transparansi dan akuntabilitas yang ingin dicapai oleh undang-undang ini.

Sebagai kesimpulan, dinamika akses informasi publik di Indonesia dibentuk oleh interaksi antara Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Kearsipan. Meskipun kedua undang-undang ini memiliki kelebihan masing-masing, kesenjangan dalam pemahaman dan pelaksanaan dapat menyebabkan sengketa dan menghambat tujuan keseluruhan untuk mempromosikan transparansi dan akuntabilitas. Sangat penting bagi para pemangku kepentingan, termasuk pejabat pemerintah, masyarakat sipil, dan warga negara, untuk terlibat dalam dialog dan kolaborasi guna menjembatani kesenjangan ini dan meningkatkan akses informasi publik di Indonesia.


Lastria Nurtanzila dan Faizatush Sholikhah merupakan pengajar Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.

Gerakan Tertib Arsip dan Sejarah Desa, Mengapa Penting?

Oleh: Adellya Kusuma Wardani, Bondan Havana Sudirayuda & Arif Rahman Bramantya


Desa merupakan elemen pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara dalam aspek pemerintahan Republik Indonesia yang berhak menjalankan kegiatannya sesuai dengan otonomi daerah dan ikut serta melaksanakan pembangunan nasional melalui pemberdayaan masyarakatnya melalui pemerintahan desa. Pemerintah desa menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, terdiri dari kepala desa dan perangkat desa memiliki tugas untuk menjalankan pemerintahan desa seperti menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik, melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa. Dari pelaksanaan tugas dan kewajiban dari pemerintah desa, akan menghasilkan rekaman kegiatan dalam berbagai bentuk dan media. Rekaman kegiatan atau arsip tersebut mendokumentasikan segala hal yang terjadi sehingga menjadi memori dari semua elemen yang ada di desa. Rekaman kegiatan ini penting untuk menjadi acuan memori pertama di suatu desa sebagai sumber sejarah dan penentuan kebijakan yang akan dilakukan. Arsip yang dihasilkan sebagai rekaman kegiatan juga berfungsi sebagai pendukung tata kelola pemerintahan desa yang transparan. 

Dalam panduan yang dibuat oleh Kementerian Desa, Pembangunan, dan Transmigrasi mengenai tertib arsip dan sejarah desa, dijelaskan bahwa arsip desa terdiri atas dua kriteria yakni arsip pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa dan arsip masyarakat desa. Kategori arsip pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa terdiri dari laporan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, arsip BUMDesa dan usaha ekonomi masyarakat, arsip peristiwa penting desa, arsip adat istiadat, budaya, tradisi lisan, keagamaan, dan kepercayaan masyarakat desa. Sedangkan untuk kategori arsip masyarakat desa terbagi kembali dalam dua kriteria yakni arsip organisasi atau komunitas desa dan arsip keluarga. 

Keberadaan arsip desa sangat penting sebagai sarana pendokumentasian kegiatan dan identitas desa sehingga identitas budaya dan warisan lokal tetap terjaga di desa tersebut. Arsip desa juga memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan segala kegiatan di desa yang kemudian informasi lebih  dapat terorganisir dan kebutuhan masyarakat desa dapat tercapai melalui arsip desa yang dimiliki. Meneruskan mengenai informasi yang terorganisir, dengan adanya arsip desa proses pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan dapat lebih efektif dan efisien untuk dilakukan. Sehingga keberadaan arsip desa penting untuk keberlanjutan dari sebuah desa baik dari sisi kesejarahan maupun pelaksanaan pemerintahan desa. 

Mengingat keberadaan arsip desa yang sangat penting, dalam surat edaran bersama nomor 3 tahun 2022 Kementerian Desa, Pembangunan, dan Transmigrasi menghendaki beberapa elemen yang harus ikut serta dalam program tertib arsip dan sejarah desa. Elemen tersebut diantaranya adalah Kementerian Desa, Pembangunan, dan Transmigrasi, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), dan Lembaga Kearsipan Daerah (LKD). Ketiga elemen tersebut dapat melakukan kerja sama dalam mendukung program tertib arsip dan sejarah desa seperti pembentukan komunitas Desa, melakukan pelatihan mengenai pengolahan arsip, memberikan pelatihan wawancara sejarah lisan, dan memberikan layanan restorasi arsip keluarga yang ada di desa.

Salah satu desa/kalurahan yang berhasil merekonstruksi sejarah desa dari berbagai sumber arsip yang dapat ditemukan dan dikelola dengan baik adalah Desa Pleret, Kecamatan Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kalurahan Pleret menata ulang sejarah desa nya menjadi satu kesatuan yang padu dengan mengadopsi berbagai sumber arsip baik naskah, serat, babad, kartografi (peta), dan tulisan para ilmuwan yang memuat mengenai Desa Pleret itu sendiri. Sejarah Desa Pleret dimuat dalam Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya MAYANGKARA edisi 7 tahun 2018 dengan menghadirkan berbagai topik mengenai sejarah Desa Pleret pada masa awal hingga terbentuknya Desa Pleret yang sekarang ini, diadopsi dari berbagai naskah dan literatur termasuk arsip desa itu sendiri. Beberapa topik yang dimuat antara lain masa awal Kerta dan Plered dan kaitannya dengan Kerajaan Mataram Islam oleh Adrisijanti (2018) yang mengambil dari literatur W.L Olthof dalam Poenika Serat Babad Tanah Djawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegi ing Taoen 1647, keterkaitan Desa Pleret dengan kehidupan Maritim Kerajaan Mataram Islam oleh Heri Priswanto (2018) yang diambil dari Babad ing Sangkala, wawasan geografis Kraton Pleret Tahun 1826 yang diketahui dari arsip kartografi Peta Pleret sebagai hadiah dari Kolonel Genie F.D. pada tahun yang sama, situs peninggalan berupa Umpak Kerta yang mengisyaratkan keadaan Desa Pleret pada masa awal, serta jurnal literatur dari ilmuwan seperti De Java Oorlog van 1825-1830 oleh P.J.F Louw yang melahirkan toponim area di Desa Pleret sekarang ini. Terlepas dari keberadaan Desa Pleret yang merupakan bekas kerajaan besar, Pleret berhasil menata ulang sejarah desa nya dari berbagai naskah sumber termasuk arsip Desa Pleret itu sendiri. Hal ini membuktikan bahwa Pleret merupakan salah satu dari desa yang unggul dalam memperhatikan dan melestarikan warisan budaya melalui perburuan naskah sumber dan pengelolaan arsip yang baik. Memori kolektif yang mengandung informasi keadaan Desa Pleret di masa lalu ditilik dari berbagai komponen seperti keadaan geografis, ekonomi, kebudayaan, dan sosial masyarakatnya dapat digunakan oleh pemerintah dan masyarakat setempat untuk membangun Desa Pleret menjadi daerah maju yang mandiri dan berdigdaya.

Dari rekonstruksi sejarah Kalurahan Pleret melalui arsip dan naskah, dapat dilihat banyak elemen yang membantu dalam proses rekonstruksi tersebut, mulai dari Balai Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan DIY dan pemerintah desa. Menanggapi hal tersebut, Lembaga Kearsipan Daerah (LKD) sesuai fungsinya yakni mengelola arsip statis di lingkungan daerah pada lingkup provinsi dan kabupaten/kota dapat berperan dalam membangun kesadaran pengelolaan arsip desa yang baik untuk mencapai keselarasan arsip sejarah desa. Lembaga Kearsipan Daerah sebagai unit lembaga kearsipan yang berurusan langsung dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada tingkat kabupaten/kota diharapkan mampu mendorong OPD pada tingkat di bawahnya untuk serta merta berkontribusi kepada masyarakat dalam memupuk kesadaran pentingnya pengelolaan arsip yang baik. Selain Lembaga Kearsipan Daerah (LKD) yang telah disebutkan, perguruan tinggi sebagai institusi akademik memiliki tanggung jawab yang sama terkait pendidikan pada bidang ilmu yang berkaitan. Menanggapi hal tersebut, Tim Pengabdian D4 Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Universitas Gadjah Mada membentuk suatu gerakan pengabdian kepada masyarakat dengan tajuk “Gerakan Tertib Arsip dan Sejarah Desa”. Melansir dari laman berita resmi DBSMB SV UGM (2024), tim pengabdian yang diketuai oleh Arif Rahman Brahmantya, S.S., M.A. ini menjalin kerjasama dengan Dinas Kearsipan Kabupaten Kulon Progo dan Kecamatan Sentolo untuk menjalankan misi pengabdian Gerakan Tertib Arsip dan Sejarah Desa. Pengabdian yang dilakukan terdiri atas beberapa program pelatihan dan pendampingan dengan sasaran berbagai kelurahan di Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Program berkelanjutan ini memiliki luaran pengelolaan arsip desa yang sistematis sehingga terwujudnya keselarasan sejarah desa di Kecamatan Sentolo. Kerjasama antar pihak yang berkesinambungan yang masing-masing memegang peranan penting dalam tatanan kemasyarakatan diharapkan mampu mengurangi sekat-sekat kesenjangan yang ada dari suatu institusi kepada masyarakat, baik institusi pendidikan maupun lembaga pemerintahan. Melalui kerjasama tersebut, pihak-pihak yang berkaitan mampu merangkul masyarakat untuk lebih memperhatikan pengelolaan arsipnya sehingga menciptakan kesadaran penuh akan pentingnya arsip desa dan bagaimana mengelola arsip-arsip desa untuk kepentingan bersama di masa depan.

Referensi

Admin DBSMB. (2024, Agustus 5). Kenalkan Gerakan Tertib Arsip; Tim Pengabdian D4 PARI SV UGM Audensi dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, dan Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo. Berita Utama Departemen Bahasa, Seni, dan Manajemen Budaya. Diakses pada 16 Agustus melalui https://dbsmb.sv.ugm.ac.id/id/kenalkan-gerakan-tertib-arsip-tim-pengabdian-d4-pari-sv-ugm-audensi-dengan-dinas-perpustakaan-dan-kearsipan-dan-kecamatan-sentolo-kabupaten-kulon-progo/#

Adrisijanti, I. 2018. Kerta dan Plered : Dua Ibukota Kerajaan Mataram Islam. Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya MAYANGKARA ed. 7.

Panduan Tertib Arsip dan Sejarah Desa – Exploring the Village Archives | Menelusuri Khazanah Arsip Desa. https://arsipdesa.anri.go.id/index.php/guide-book 

Priswanto, H. 2018. Mataram Islam dalam Kehidupan Maritim. Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya MAYANGKARA ed. 7.

Surat Edaran Bersama Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Gerakan Tertib Arsip dan Sejarah Desa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa


Adellya Kusuma Wardani & Bondan Havana Sudirayuda merupakan anggota tim pengabdian dan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.

Arif Rahman Bramantya merupakan pengajar Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.

SRIKANDI: Kesiapan Aplikasi Pengelola Arsip Dinamis dalam Mendukung Pemindahan Ibu Kota Baru

Oleh: Titi Susanti, Puspitalia Dwi Aisah & Lintang Aurora


Rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur bukan hanya tentang perpindahan fisik, tetapi juga mencakup transformasi digital yang menyeluruh dalam tata kelola pemerintahan. Salah satu aspek penting yang harus disiapkan adalah pengelolaan arsip pemerintahan yang modern dan efisien. Arsip memainkan peran vital sebagai sumber informasi strategis yang mendukung transparansi, akuntabilitas, serta efisiensi administrasi negara. Dalam konteks inilah peran Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (Srikandi) menjadi sangat penting.

Pentingnya Pengelolaan Arsip Modern

Arsip bukan sekadar sekumpulan dokumen yang disimpan di ruang arsip, tetapi merupakan aset strategis yang mendukung pengambilan keputusan, akuntabilitas, serta sebagai jejak sejarah kinerja pemerintahan. Pengelolaan arsip yang efektif memungkinkan pemerintah menjalankan fungsi-fungsi administrasinya dengan baik dan meminimalkan risiko kehilangan data penting. Seiring dengan rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur, manajemen arsip yang modern dan terintegrasi menjadi semakin krusial untuk memastikan keberlanjutan tata kelola yang baik di lokasi baru.

Menurut Sekretariat Negara (2019), pemindahan ibu kota negara ini menuntut kesiapan infrastruktur yang tidak hanya fisik tetapi juga digital. Salah satu tantangan utamanya adalah memastikan integrasi sistem administrasi yang solid agar semua data, informasi, dan arsip dapat dipindahkan, dikelola, dan diakses dengan baik di lokasi baru.

Srikandi: Menjawab Tantangan Pengelolaan Arsip Dinamis

Untuk menghadapi tantangan ini, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) mengembangkan Srikandi sebagai solusi berbasis web untuk memodernisasi sistem pengelolaan arsip dinamis di seluruh instansi pemerintahan (ANRI, 2020). Aplikasi ini dirancang agar seluruh proses pengelolaan arsip—mulai dari penciptaan, pengolahan, penyimpanan, hingga pemusnahan arsip—dapat dilakukan secara digital dan terintegrasi.

Keunggulan utama Srikandi terletak pada kemampuannya untuk mengelola dan menyatukan data arsip dari berbagai kementerian dan lembaga di seluruh Indonesia. Ini akan sangat mendukung proses pemindahan ibu kota, karena aplikasi ini memungkinkan akses dan pengelolaan arsip yang cepat dan efisien di lokasi mana pun. Dengan kata lain, Srikandi dapat memfasilitasi tata kelola arsip yang terdesentralisasi, sehingga transisi menuju ibu kota baru dapat berlangsung lebih mulus.

Tantangan Implementasi Srikandi

Namun, implementasi teknologi baru seperti Srikandi tentu tidak tanpa hambatan. Tantangan terbesar adalah infrastruktur teknologi yang belum merata di seluruh instansi pemerintah di Indonesia. Beberapa kementerian di Jakarta mungkin telah memiliki jaringan internet dan perangkat keras yang mendukung penggunaan Srikandi, namun situasi di daerah-daerah, terutama di Kalimantan Timur, masih membutuhkan perhatian lebih (ANRI, 2020). Hal ini menjadi kendala utama dalam pengembangan aplikasi ini sebagai tulang punggung pengelolaan arsip di ibu kota baru.

Selain itu, resistensi dari pengguna juga merupakan tantangan signifikan. Menurut teori Technology Acceptance Model (TAM) yang dikembangkan oleh Davis (1989), adopsi teknologi baru sangat dipengaruhi oleh persepsi pengguna mengenai kemudahan penggunaan (perceived ease of use) dan manfaat yang dirasakan (perceived usefulness). Sejalan dengan teori diffusion of innovations dari Rogers (2003), resistensi pengguna terhadap inovasi sering kali muncul karena kurangnya pemahaman dan kebiasaan terhadap sistem lama.

Hasil penelitian Venkatesh et al. (2003) menunjukkan bahwa penerimaan pengguna sangat penting dalam keberhasilan implementasi teknologi baru. Dalam konteks Srikandi, diperlukan pendekatan yang komprehensif untuk mengatasi resistensi ini, salah satunya adalah dengan menyediakan pelatihan intensif yang berkelanjutan untuk para pegawai.

Kesiapan Infrastruktur di Ibu Kota Baru

Kesiapan infrastruktur teknologi di ibu kota baru merupakan salah satu prasyarat utama keberhasilan implementasi Srikandi. Infrastruktur yang kuat, mulai dari jaringan internet yang stabil hingga perangkat keras yang memadai, sangat penting agar seluruh instansi dapat terhubung dengan baik dan dapat memanfaatkan aplikasi ini secara optimal. Namun, ANRI menyebutkan bahwa saat ini masih terdapat kesenjangan infrastruktur antara Jakarta dan Kalimantan Timur, yang harus segera diatasi sebelum ibu kota resmi dipindahkan (ANRI, 2020).

Peluang dan Strategi Pengembangan Srikandi di Ibu Kota Baru

Meskipun ada sejumlah tantangan, peluang pengembangan Srikandi di ibu kota baru sangat besar. Dukungan pemerintah terhadap digitalisasi tata kelola pemerintahan membuka peluang untuk mengembangkan aplikasi ini menjadi lebih adaptif dan terintegrasi. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengintegrasikan Srikandi dengan sistem manajemen informasi pemerintahan lainnya, seperti sistem keuangan dan sistem perencanaan pembangunan. Dengan demikian, Srikandi tidak hanya menjadi aplikasi pengelola arsip, tetapi juga menjadi bagian dari ekosistem digital pemerintahan yang lebih luas.

Rekomendasi untuk Optimalisasi Srikandi di Ibu Kota Baru

Untuk memastikan kesiapan Srikandi dalam mendukung pengelolaan arsip di ibu kota baru, beberapa langkah perlu dilakukan:

Penguatan Infrastruktur Teknologi

Pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh instansi yang akan beroperasi di ibu kota baru memiliki infrastruktur teknologi yang memadai, seperti jaringan internet yang stabil dan perangkat keras yang canggih. Tanpa dukungan infrastruktur yang baik, implementasi Srikandi tidak akan berjalan optimal.

Pelatihan dan Pengembangan Kapasitas SDM

ANRI perlu menyelenggarakan pelatihan intensif bagi para pegawai yang akan menggunakan Srikandi agar mereka dapat memahami fitur-fitur yang ada dan menerapkannya dengan baik. Pelatihan yang berkelanjutan sangat penting untuk mengurangi resistensi dan meningkatkan penerimaan pengguna.

Integrasi Sistem

Srikandi perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat diintegrasikan dengan sistem manajemen informasi lain yang akan diterapkan di ibu kota baru. Hal ini penting untuk menciptakan tata kelola data dan informasi yang terintegrasi, sehingga dapat mendukung efisiensi dan transparansi tata kelola pemerintahan.

Catatan akhir

Srikandi adalah inovasi yang sangat penting dalam pengelolaan arsip dinamis nasional. Dengan memanfaatkan teknologi berbasis web, aplikasi ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi tata kelola arsip di seluruh instansi pemerintah. Namun, keberhasilan implementasinya di ibu kota baru akan sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur, penerimaan pengguna, serta dukungan penuh dari pemerintah untuk digitalisasi administrasi.

Dengan strategi yang tepat, Srikandi dapat menjadi pilar utama pengelolaan arsip nasional yang mendukung kelancaran administrasi pemerintahan di ibu kota baru, serta mempercepat transformasi digital di sektor publik Indonesia.

Referensi

(2020). Pedoman Implementasi Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (Srikandi). Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.

Davis, F. D. (1989). Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology. MIS Quarterly, 13(3), 319-340.

Rogers, E. M. (2003). Diffusion of Innovations. New York: Free Press.

(2019). Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara: Tahapan dan Strategi. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Venkatesh, V., Morris, M. G., Davis, G. B., & Davis, F. D. (2003). User Acceptance of Information Technology: Toward a Unified View. MIS Quarterly, 27(3), 425-478.


Titi Susanti merupakan pengajar Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.

Puspitalia Dwi Aisah & Lintang Aurora merupakan anggota tim peneliti dan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.

Penilaian Arsip Dalam Memperkuat Transparansi Pemerintahan Daerah

Oleh: Rina Rakhmawati, Syahida Raihana Jannah, & Rintis Rindang Azizah


Transparansi dan penilaian arsip adalah dua konsep yang memiliki peran krusial dalam manajemen kearsipan, khususnya di pemerintahan daerah. Keduanya saling berkaitan dalam menciptakan sistem pengelolaan arsip yang efektif, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam artikel ini, penulisan menguraikan bagaimana transparansi berkorelasi dengan proses penilaian arsip. Selain itu, penulis juga memetakan efek yang dihasilkan dari hubungan tersebut.

Transparansi dalam konteks manajemen kearsipan merujuk pada keterbukaan informasi serta aksesibilitas data dan/atau informasi yang terekam pada arsip kepada publik atau pihak-pihak yang berkepentingan. Prinsip ini penting untuk memastikan bahwa proses pengelolaan arsip telah dilakukan secara terbuka dan dapat dievaluasi oleh berbagai pihak, baik internal maupun eksternal. Sementara itu, penilaian arsip merupakan proses identifikasi nilai guna suatu arsip, mencakup penentuan masa retensi. Apakah arsip tersebut memiliki nilai historis, administratif, legal, atau ilmiah, dan pemutusan apakah arsip tersebut harus disimpan secara permanen atau dimusnahkan. Penilaian arsip bertujuan menentukan dan menyeleksi arsip yang layak disimpan jangka panjang dan dokumen yang dapat dihancurkan.

Transparansi dibutuhkan dalam proses penilaian arsip dengan beberapa hal yang melatarbelakangai, yaitu:

  1. Akuntabilitas: melalui transparansi, pihak-pihak terkait dapat mengawasi proses penilaian arsip, sehingga keputusan yang berkaitan dengan penyimpanan atau pemusnahan arsip dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini penting dilakukan terutama untuk arsip-arsip yang berkaitan dengan urusan publik atau kebijakan negara, yang mana jika terjadi kesalahan dalam penilaian maka dapat berdampak luas.
  2. Kepercayaan Publik: jika proses penilaian arsip dilakukan secara terbuka, masyarakat atau pihak yang berkepentingan dapat ikut serta mengevaluasi apakah informasi yang disimpan atau dimusnahkan memang sesuai dengan aturan yang berlaku. Transparansi tersebut membantu membangun kepercayaan publik terhadap institusi atau organisasi yang mengelola arsip.
  3. Penghindaran Korupsi dan Penyalahgunaan: dalam konteks pemerintahan daerah, transparansi dalam penilaian arsip diharapkan mampu mencegah potensi penyalahgunaan arsip yang berpotensi disembunyikan atau dimusnahkan untuk menutupi tindakan yang tidak etis atau ilegal. Arsip yang menyimpan informasi penting bahkan vital, harus dilindungi dari campur tangan pihak-pihak yang berkepentingan untuk tujuan negatif.

Apabila transparansi diterapkan dalam proses penilaian arsip, diharapkan muncul efek positif yang dapat dirasakan oleh pemerintah daerah dan masyarakatnya, yaitu

  1. Peningkatan Efisiensi: dengan transparansi, maka dimungkinkan sistem pengawasan yang lebih jelas dan efektif, di mana setiap tahapan penilaian arsip dapat ditelusuri dan dipantau. Hal ini membantu mengidentifikasi potensi kekeliruan atau ketidaksesuaian sejak awal dan mempercepat proses penyelesaian masalah.
  2. Perbaikan Pengelolaan Arsip: melalui pengawasan terbuka, proses pengelolaan arsip, termasuk penilaian, diharapkan akan lebih terstruktur dan sesuai dengan pedoman yang berlaku. Hal ini menciptakan sistem kearsipan yang lebih efisien dan efektif, serta mengurangi risiko arsip hilang atau salah kelola.
  3. Penyimpanan Arsip yang Relevan: melalui transparansi, dapat memastikan bahwa hanya arsip yang memiliki nilai penting bagi pemerintah daerah maupun masyarakat yang disimpan secara permanen, sementara arsip yang tidak relevan dapat dimusnahkan sesuai prosedur. Hal tersebut membantu menghemat ruang penyimpanan dan biaya manajemen kearsipan, sekaligus menjaga kualitas arsip yang ada.

Meskipun transparansi dalam penilaian arsip memiliki banyak manfaat, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam penerapannya:

  1. Kerahasiaan Informasi: bahwa tidak semua arsip dapat dibuka untuk umum dengan landasan keamanan, privasi, atau kerahasiaan negara. Proses penentuan batasan antara keterbukaan dan kerahasiaan ini sering menjadi tantangan dalam manajemen kearsipan.
  2. Kompleksitas Proses: telah diketahui bahwa penilaian arsip adalah proses yang kompleks dan melibatkan berbagai faktor, termasuk nilai guna dan kepentingan dari aktor penilai. Dengan membuka seluruh proses ini kepada publik dikhawatirkan berpotensi menimbulkan kebingungan atau bahkan interpretasi yang keliru.
  3. Biaya dan Sumber Daya: penerapan transparansi secara menyeluruh dalam penilaian arsip memerlukan investasi pada teknologi, pelatihan, dan sumber daya manusia. Pemerintah daerah berpotensi menghadapi kendala dalam hal anggaran dan infrastruktur untuk mendukung mekanisme yang transparan tersebut

Transparansi memiliki peran vital dalam proses penilaian arsip, khususnya dalam meningkatkan akuntabilitas, membangun kepercayaan publik, dan mencegah penyalahgunaan informasi. Namun, tantangan dalam menjaga keseimbangan antara keterbukaan dan kerahasiaan juga harus diperhatikan. Melalui pendekatan yang tepat, transparansi dapat meningkatkan kualitas manajemen kearsipan dan menjadikan proses penilaian arsip lebih efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan. Transparansi dan penilaian arsip memiliki karakter hubungan simbiosis yang saling menguntungkan, di mana keterbukaan proses dapat mendorong perbaikan dalam pengelolaan arsip serta menciptakan lingkungan yang lebih akuntabel dan terpercaya.


Rina Rakhmawati merupakan pengajar Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.

Syahida Raihana Jannah, & Rintis Rindang Azizah merupakan anggota tim peneliti dan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi, Sekolah Vokasi UGM.

Kerja Dokumentasi dan Industri Kreatif Bawahskor

Oleh: Dea Salmadistya N.P & Arif Rahman Bramantya


Jogja adalah kota perjuangan, tentu Laskar Mataram menjadi bagian di dalamnya. Begitulah sepotong kalimat yang diunggah Bawah Skor Mandala pada laman Instagramnya (@bawahskor) pada Agustus, 2022. Dalam sejarah, sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat populer di Indonesia, sebagai alat perjuangan hingga salah satu wadah untuk menggelorakan nasionalisme. Aji (2012) mengungkapkan bahwa sepak bola di berbagai negara mampu menyedot perhatian massa dan menimbulkan jiwa fanatisme bagi individu maupun sekelompok orang. Fanatisme sepak bola menjadi fenomena yang unik karena mayoritas suporter rela mengorbankan sesuatu, baik tenaga maupun dana, untuk menunjukkan kesetiaan serta komitmen mereka terhadap tim kesayangannya (Iskandar, 2006: 41-43). Hal inilah yang juga mendorong Dimaz Maulana, seorang sarjana Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada, membentuk Bawah Skor Mandala. Dalam sebuah wawancara eksklusif oleh Prung Magazine (2021), Dimaz mengatakan bahwa Bawah Skor Mandala, Ia artikan sebagai spirit yang mampu hinggap serta berubah bentuk. Spirit dan semangat fanatisme ini kemudian dituangkan dalam bentuk beragam program dan pergerakan komunitas yang berdampak positif. Bawah Skor Mandala merupakan suatu komunitas suporter klub Perserikatan Sepak Bola Indonesia Mataram (PSIM) yang bergerak pada bidang pengarsipan dan industri kreatif. Berdiri sejak 2010, Bawah Skor terlebih dahulu fokus dalam bidang industri kreatif yakni dengan memproduksi beragam merchandise PSIM seperti polo-shirt, tas, dan hoodie yang mengusung konsep kajian historis, simpel, dan nyaman dipakai (Junaedi, Budi, 2017) . Kemudian baru pada tahun 2013, memulai fokus pada pengarsipan PSIM melalui kegiatan pengumpulan arsip, pembuatan kliping digital, dan rekaman wawancara dengan pemain PSIM. Saat itu, arsip yang dikumpulkan berasal dari pemberitaan media cetak seperti koran yang cukup banyak didapatkan dari Jogja Library Center Malioboro. Hasil pengumpulan materi arsip ini kemudian dipublikasikan melalui berbagai media sosial seperti Twitter (saat ini X), Instagram, maupun website (wordpress). Respon baik dari pengguna media sosial tersebut menjadikan Dimaz meneruskan kegiatan pengarsipan ini.

Selain konsisten dalam pengumpulan arsip, Bawah Skor Mandala juga melakukan beberapa upaya untuk mendiseminasikan arsip yang telah mereka miliki. Konsep diseminasi disini merujuk pada publikasi informasi yang dilakukan baik melalui media konvensional maupun media digital. Pederson dalam Bettington (2008) sebagaimana dikutip oleh Sholikhah dan Rakhmawati (2019) mengungkapkan bahwa publikasi dapat menjadi sarana untuk mengedukasi publik berkaitan dengan pengelolaan arsip mulai dari aktor, arsip yang dikelola, sampai layanan yang disediakan (Dartanto, A., Arif Rozaq, M. K, 2019). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Bawah Skor Mandala telah mengunggah arsip-arsip tentang PSIM melalui media sosial mereka. Namun, disamping itu media konvensional atau cetak juga masih dimanfaatkan untuk mempublikasikan informasi yang mereka miliki, misalnya melalui sebuah zine yang diberi nama “Matchgazine”. Zine diambil dari kata fanzine yang merupakan akronim dari fan magazine. Secara sederhana zine mirip seperti majalah terbitan berkala, tetapi bersifat lebih intim karena hanya dicetak dan diedarkan secara terbatas. Zine dapat dipahami sebagai publikasi cetak alternatif yang tidak mengikuti jalur media arus utama (mainstream), diproduksi secara mandiri oleh perseorangan maupun kelompok, tidak berfokus pada kerangka bisnis, dan dengan gagasan yang bersifat bebas. Secara umum, gagasan yang terdapat dalam zine dapat berupa ide perlawanan, ide bersenang-senang, eksperimen, dan lain sebagainya; atau juga sekedar memuat pengalaman, pengetahuan, kecintaan para zinester terhadap isu-isu spesifik tertentu (Singadikrama, Rahmawati, 2018).

Matchgazine Bawah Skor Mandala. sumber: Twitter @bawahskor (2024)

Matchgazine Bawah Skor Mandala pertama kali terbit pada September 2023 hingga saat ini telah mencapai 11 (sebelas) edisi. Sebelumnya, terbitan serupa dengan zine juga telah dirilis seperti Generasi Koran Pagi, Catatan Dari Manchester, Asap-Asap Maguwo, dan Babad Mandala. Matchgazine biasanya berbentuk seperti koran berukuran A3 yang dicetak menggunakan berbagai teknik seperti press, emboss, risograph dan sebagainya, yang memiliki 2 (dua) sisi yaitu sisi poster dan sebaliknya sisi artikel. Siapapun dapat menjadi kontributor baik untuk mendesain poster maupun menulis artikel pada setiap edisinya. Muatan artikel dapat berupa opini, cerita, kritik saran, hingga membahas isu-isu yang sedang hangat diperbincangkan. Beberapa artikel yang pernah dimuat Matchgazine Bawah Skor Mandala misalnya membahas tentang ekspektasi penggemar terkait dimulainya musim baru, kisah pemuda difabel yang menghadiri pertandingan, catatan tentang tiket sepak bola anak-anak, isu stadion tempat PSIM mengadakan pertandingan kandangnya, tragedi maut Malang, dan sebagainya. Matchgazine ini dibagikan gratis secara eksklusif di setiap pertandingan laga kandang PSIM Liga 2 musim 2023/2024. Namun, terdapat pula matchgazine yang diperjualbelikan melalui marketplace. Pernyataan sebelumnya tentang zine yang tidak berfokus pada kerangka bisnis bukan berarti setiap zine selalu dibagikan secara gratis, suatu zine masih bisa diperjualbelikan dengan tujuan tidak untuk memperkaya diri sendiri atau untuk sekedar mengganti biaya produksi. Misalnya dalam serial merchandise “Babad Mandala”, salah satu produk yang diperjualbelikan adalah zine yang menyajikan sejarah markas PSIM yaitu Stadion Mandala Krida dari pembangunan, penggunaan, sampai tragedi-tragedi di dalamnya yang disusun berdasarkan penelusuran arsip dan wawancara kepada saksi sejarah. Pada serial ini produk kaos juga dirilis dengan menampilkan arsip foto yang mengusung peristiwa historis tahun 1990-an.

Publikasi oleh suatu klub atau penggemar bola, seperti yang dilakukan oleh Bawah Skor Mandala,  dapat membantu dokumentasi sepak bola Indonesia yang selama ini masih sangat kurang. Sebagaimana yang diungkapkan Simaepa (2012) bahwa dokumentasi sepak bola di Indonesia sejak masa kolonial Hindia Belanda sampai era Nurdin Halid (Ketua PSSI 2003-2011) sangatlah terbatas. Di awal abad ke-20 saja kisah-kisah tentang sepak bola hanya terselip dalam koran-koran berbahasa Belanda dan koran Melayu Tionghoa. Alih-alih fokus pada cerita tentang sepak bola Indonesia, dokumentasi yang dihasilkan PSSI saat itu cenderung fokus pada pujian terhadap organisasi dan ketokohan pengurus. Disamping menjadi wadah menuangkan ide dan kreatifitas, matchgazine dapat dilihat sebagai suatu upaya pemanfaatan dan penciptaan arsip sebagai bentuk dokumentasi sepak bola, khususnya untuk PSIM. Bagi suatu komunitas, zine semacam ini dapat menjadi sumber informasi berharga yang bisa digunakan untuk mempelajari sejarah mereka mulai dari peristiwa-peristiwa penting, tokoh-tokoh kunci, dan isu-isu yang pernah terjadi di masa lampau. Suatu zine dapat menyajikan narasi alternatif yang memungkinkan pembaca melihat sejarah dari berbagai perspektif. Pengetahuan sejarah ini penting dibentuk untuk membangun identitas sekaligus loyalitas klub dan suporternya dari generasi ke generasi.

Referensi:

Aji, R. B. (2012). Nasionalisme dalam sepak bola Indonesia tahun 1950-1965. Lembaran Sejarah, 10(2), 135-148.

Dartanto, A. S., & Arif Rozaq, M. K. (2019). Dunia Koleksi: Hulu Hilir Kepemilikan Karya Seni.

Junaedi, F dan Arifianto, B.D. (2017). “Berawal Dari Kecintaan, Berproses dalam Media Komunitas Sepakbola: Menengok Manajemen Media Komunitas Berbasis Fans Sepakbola”, dalam Fajar Junaedi (ed). Mediaformosa: Tranformasi Media Komunikasi di Indonesia. Yogyakarta: Buku Litera,  UMY repository. Retrieved from: https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/24/BOOK_Mediamorfosa_Fajar%20J%2C%20Budi%20DA_Berawal%20Dari%20Kecintaan.pdf

Maulana, R. (2021, April 27). Exclusive Interview With Dimaz Maulana, Bawah Skor. Retrieved July 19, 2024, from https://www.prungtw.com/en/blogs/news/exclusive-interview-with-dimaz-maulana-bawahskor

Simaepa, D. (2012). Bola, Buku, dan Pesta: Untuk Leideners. Retrieved July 19, 2024, from https://belakanggawang.blogspot.com/ 

Singadikrama, D. &  Azizah, R. N. (2018). ZAMAN: A Short Research About Zine in Yogyakarta. 


Dea Salmadistya N.P merupakan anggota tim peneliti dan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi, Sekolah Vokasi UGM.

Arif Rahman Bramantya merupakan pengajar Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.