Oleh: Arif Rahman Bramantya & Mareta Sayyidina R. R.
Dalam era digital yang kian deras, arsip sering kali dianggap sebagai sesuatu yang usang atau tak lagi relevan. Namun, bagaimana jika kita memandang arsip bukan sekadar kumpulan kertas berdebu, tetapi sebagai warisan berharga yang memiliki nilai spiritual, historis, dan sosial? Itulah sudut pandang unik yang ditawarkan oleh prinsip-prinsip Islam dalam pengelolaan arsip. Yang menarik, Islam sebagai agama yang komprehensif ternyata memiliki tradisi panjang dalam pengelolaan informasi dan dokumentasi. Dari pencatatan wahyu di masa Nabi Muhammad SAW hingga pembukuan Al-Qur’an oleh Abu Bakar RA—semua merupakan bentuk praktik kearsipan. Prinsip-prinsip inilah yang kini relevan untuk diintegrasikan dalam membangun budaya arsip yang tertib, etis, dan berdaya guna, sejalan dengan tujuan global Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 16: Peace, Justice and Strong Institutions.
Mengaitkan arsip dengan prinsip Islam
Dalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah ayat 282 adalah ayat terpanjang dan berbicara langsung tentang pentingnya mencatat setiap transaksi. Hal ini menunjukkan bahwa dokumentasi memiliki peran penting dalam menjamin keadilan dan keteraturan sosial. Dalam menghadapi derasnya arus informasi, Islam mengajarkan prinsip tabayyun (klarifikasi) dan tatsabbut (kehati-hatian). Ini relevan dengan praktik kearsipan modern yang menekankan validitas, akurasi, dan keutuhan informasi. Prinsip ini bukan hanya soal tata kelola dokumen, tetapi juga budaya memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya—baik dalam konteks pribadi maupun institusi.
Sayangnya, kesadaran arsip di Indonesia masih rendah. Banyak kasus penting, seperti hilangnya dokumen sejarah atau arsip publik, menunjukkan lemahnya sistem dan budaya arsip kita. Padahal, arsip bukan hanya dokumen masa lalu, tetapi juga aset masa depan. Kegagalan dalam merawatnya sama dengan memutus mata rantai sejarah dan identitas bangsa.
Mengaitkan arsip dengan nilai Pancasila
Arsip bukan sekadar instrumen administratif, tetapi juga sarana menjaga keadilan (sila ke-5), memperkuat persatuan (sila ke-3), dan menjunjung tinggi kemanusiaan (sila ke-2). Dengan demikian, arsip bisa menjadi penguat tertib sosial budaya jika dikelola dengan baik dan penuh kesadaran. Masyarakat modern dihadapkan pada risiko kehilangan memori kolektif akibat minimnya perhatian terhadap dokumentasi. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip Islam—seperti kejujuran, amanah, dan tanggung jawab—ke dalam praktik kearsipan, kita tidak hanya menjaga dokumen, tapi juga menjaga nilai-nilai luhur dalam kehidupan berbangsa.
Pengelolaan arsip bukan sekadar kerja atau perkara teknis, melainkan kerja kebudayaan. Ketika kita mengelola arsip dengan baik, kita sedang membangun masa depan bangsa dengan fondasi spiritual dan sosial yang kuat. Sudah saatnya gerakan sadar arsip menjadi bagian dari revolusi mental, didukung oleh nilai Islam dan Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa. Mengelola arsip dengan prinsip Islam dalam mendukung SDGs bukan hanya langkah teknis, tapi langkah strategis membangun bangsa yang adil, berbudaya, dan berkelanjutan. Mari kita bangun gerakan sadar arsip. Karena masa depan bangsa dimulai dari lembaran-lembaran yang kita dokumentasikan hari ini.
Arif Rahman Bramantya, merupakan pengajar Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.
Mareta Sayyidina R.R., merupakan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.