Oleh: Rina Rakhmawati, Titi Susanti, Khoirunnisa Nurhayati, & Emanuella Karamoy
Era Digital dan Tantangan Baru bagi Arsiparis
Digitalisasi pemerintahan telah mengubah secara signifikan rupa pengelolaan arsip di Indonesia. Dahulu, arsip hanya berupa berkas kertas di ruang penyimpanan, kini arsip beredar dalam sistem elektronik, tersimpan di server, komputasi awan, dan aplikasi. Perubahan ini menghadirkan tantangan besar bagi arsiparis, yang kini dituntut untuk memiliki kompetensi digital—mulai dari pengelolaan arsip elektronik, metadata, keamanan siber, hingga preservasi digital.
Asal kemunculan arsiparis sebagai pengelola arsip di Indonesia sesungguhnya sulit dilacak rekam jejaknya. Dokumen yang merekam istilah arsiparis yang dapat ditemukan penulis pun masih terbatas pada produk hukum, satu eksemplar modul pembelajaran yang diterbitkan oleh Universitas Terbuka, dan arsip laporan kunjungan salah satu guru besar kearsipan, Eric Ketelaar di Arsip Nasional RI. Pada dasarnya, arsiparis di Indonesia tidak lagi terbatas sebagai individu yang memiliki jabatan fungsional di lingkungan pemerintahan, tetapi ditekankan pada individu yang memiliki kompetensi bidang kearsipan dan diberikan tugas dan tanggung jawab terkait kegiatan kearsipan. Dengan pemahaman tersebut, kompetensi menjadi hal prinsip yang harus diperhatikan para pengambil kebijakan terutama untuk menentukan apakah individu layak disebut sebagai arsiparis. Namun demikian, pengesahan ruang lingkup kompetensi arsiparis, baru mendapatkan kekuatan legalitasnya setelah diberlakukannya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor SKJ.10 Tahun 2022 Tentang Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Arsiparis. Produk hukum tersebut juga masih terbatas berlaku untuk individu yang berada di lingkungan pemerintahan.
Lantas, bagaimana kondisi nyata kompetensi digital arsiparis Indonesia saat ini? Apakah sudah sesuai dengan kebutuhan zaman?
Kondisi Eksisting: Kompetensi yang Belum Terpeta dengan Jelas
Dalam Peraturan Menteri PANRB Nomor 3 Tahun 2024 dan pedoman Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), kemampuan digital disebut secara umum menjadi bagian dari penguasaan teknologi informasi. Tetapi, pemetaan kompetensi digital yang lebih detail dan terstandar untuk arsiparis masih belum sepenuhnya terekam. Berdasarkan hasil observasi penulis, kondisi di lapangan terkait kompetensi arsiparis dapat dirangkum sebagai berikut:
- Kemampuan dasar digital sudah ada, namun terbatas pada pengoperasian perangkat lunak perkantoran dan komunikasi daring
- Pemanfaatan aplikasi kearsipan digital yang belum merata khususnya di daerah, terutama jika dikaitkan dengan penggunaan aplikasi Srikandi
- Terdapat kesenjangan lintas generasi dimana arsiparis dengan usia muda, dinilai lebih adaptif terhadap teknologi, meski sebetulnya lemah dalam hal prinsip kearsipan; sedangkan arsiparis senior, walaupun memiliki kekuatan dalam hal prinsip kearsipan, namun terlihat kurang luwes dalam hal adaptasi ekosistem digital
- Keterbatasan pelatihan teknis khusus kearsipan digital, terutama preservasi digital, keamanan data, dan manajemen metadata
Dengan kondisi tersebut, kompetensi digital arsiparis secara umum masih bersifat individual dan belum terstruktur secara nasional. Di sisi lain, tuntutan pekerjaan kian kompleks di era SPBE dan big data. Penulis juga menemukan bahwa keahlian spesifik (yang dimaknai penulis sebagai kompetensi) dalam proses rekrutmen arsiparis melalui CASN tahun anggaran 2024 juga berseberangan dengan indikator standar kompetensi nasional yang diterbitkan oleh Kemenpan dan RB. Terkait kompetensi teknis berkaitan dengan teknologi informasi, menurut standar nasional tersebut dijelaskan sebagai indikator “Mengumpulkan, memilah dan mengelompokkan data dalam rangka pembinaan kearsipan” dan indikator “Mampu melaksanakan proses pemberkasan arsip terjaga dan mampu menyediakan arsip dinamis yang utuh dan lengkap sesuai prosedur/pedoman kerja dengan menggunakan instrumen klasifikasi arsip serta klasifikasi keamanan dan akses arsip, termasuk pengelolaan arsip terjaga, baik secara manual ataupun elektronik (sesuai pengelolaan SPBE/Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik))”. Keduanya merupakan kompetensi untuk jabatan fungsional arsiparis terampil. Untuk jenjang keahlian, disebutkan dengan indikator “Mampu melakukan penelusuran referensi dan pencarian data dalam rangka menyusun Standard Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan” pada arsiparis ahli pertama, dan indikator “…identifikasi dan penilaian arsip statis yang akan direproduksi/alih media” pada arsiparis ahli muda.
Tuntutan Kebutuhan: Dari Literasi Digital Menuju Kecerdasan Arsip Digital
Pemerintah (dalam hal ini Arsip Nasional RI) harus melakukan evaluasi ulang pada pemetaan kompetensi arsiparis yang bersinggungan dengan pengelolaan arsip di lingkungan digital. Kompetensi digital yang harus dimiliki oleh arsiparis tidak hanya berkaitan dengan operasionalisasi dari aplikasi Srikandi, juga tidak hanya terbatas pada pengarsipan website (Setyawan et al., 2025) maupun kurasi digital (Feng & Richards, 2018). Penulis mengasumsikan bahwa kompetensi digital untuk arsiparis secara implisit berada di masing-masing area kompetensi, baik pengelolaan arsip dinamis, pengelolaan arsip statis, pembinaan kearsipan, maupun penyajian arsip menjadi informasi. Namun karena kompetensi tersebut ditetapkan dalam standar nasional, maka kompetensi tersebut harus dapat teridentifikasi secara eksplisit.
Kompetensi teknis pengelolaan arsip digital yang semakin kompleks tidak dapat kemudian dipahami jabatan fungsional arsiparis harus bergeser memiliki latar belakang pendidikan bidang teknologi informasi. Secara filosofis keilmuan, kearsipan memiliki landasan fundamental yang berbeda dengan teknologi informasi sehingga berimbas juga pada praktiknya di lapangan. Hal ini dipertegas oleh (Prater, 2018) yang menguraikan beberapa contoh perbedaan pemahaman istilah dalam teknologi informasi antara praktisi TIK dengan arsiparis, misalnya backup yang dimaknai oleh praktisi IT sebagai “…copies of data made periodically then stored offline, and preferably offsite. The purpose of a backup is to restore the data on a system to a point in time before the data became corrupted or disappeared. The copies of data are kept for a period of time, then should be erased or overwritten” (Prater, 2018), sedangkan arsiparis memahaminya sebagai “…Backing up files is not the same as preserving them. Backups are solely designed to mitigate the risk of data loss in the event of an accident or attack, providing for business continuity. They are not designed to store data permanently offline for later retrieval. However, many of the tools and techniques used for making and maintaining backups can also be repurposed for digital preservation activities” (Prater, 2018). Mendapati fakta tersebut, keterampilan lainnya yang harus dibangun oleh arsiparis adalah kemampuan berkomunikasi dan membangun kerja sama dengan profesi bidang teknologi informasi dengan tetap mempertahankan profesionalisme sebagai arsiparis.
Catatan Penutup
Dalam konteks transformasi pemerintahan digital, arsiparis tidak cukup hanya “melek digital”. Arsiparis, khususnya di pemerintahan, harus memiliki kecerdasan digital, kemampuan strategis menggunakan teknologi untuk menjamin akuntabilitas dan memori. Kompetensi digital pun bukan sekadar kemampuan teknis mengoperasikan perangkat keras maupun lunak, tetapi kemampuan membangun tata kelola dalam suatu ekosistem digital. Dengan pemetaan kompetensi digital yang sistematis, jelas, dan terarah, Indonesia diharapkan dapat melahirkan arsiparis visioner dan profesional, tangguh secara substansi, cerdas secara digital, dan berperan strategis dalam mewujudkan pemerintahan berbasis data dan akuntabilitas publik.
Rina Rakhmawati, merupakan pengajar Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.
Titi Susanti, merupakan pengajar Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.
Khoirunnisa Nurhayati, merupakan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.
Emanuella Karamoy, merupakan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi Sekolah Vokasi UGM.