Arsip:

audiovisual

Youtube dan Praktik Pengarsipan Audiovisual

oleh: Nabiilah Khusnul A.

Dalam kondisi wabah pandemi covid-19 saat ini, seberapa sering netizen melihat kabar tentang artis yang akan melaksanakan konsernya secara virtual? Media apa saja yang mereka gunakan? Dalam masa pandemi, semua kalangan dituntut untuk lebih kreatif dan responsif dalam melaksanakan kegiatan mereka sehari-hari. Mengubah proses kreatif dari tatap muka menjadi daring pun menjadi solusi praktis. Salah satunya contohnya yaitu pelaksanaan konser secara virtual oleh sederetan artis. Media yang digunakan pun beragam, salah satunya melalui situs web berbagi video, Youtube. Situs ini menyediakan bermacam video yang dapat diunggah oleh siapapun. Tak heran jika pengunjung situs ini terus meningkat, bahkan di tahun 2020. Jumlah pengguna Youtube dapat dilihat dalam grafik yang dikutip dari wearesocial.com sebagai berikut. read more

Arsip Audiovisual dalam Arsip Audiovisual: Arsip Audiovisual dan Karya Kreatif

Oleh: Widiatmoko Adi Putranto

Dengan sejumlah video klip band-nya, Kla Project, yang ia unggah di kanal pribadi Youtube-nya dan diklaim sebagai ‘asli’, apakah fokus Katon Bagaskara adalah hanya pada nostalgia dan monetisasi ataukah ia sebenarnya juga figur yang mengamalkan konsep LOCKSS dan memahami prinsip digital cultural preservation? Arsip audiovisual, atau arsip pada umumnya, tak melulu harus memiliki kegunaan yang diartikan secara kaku: hukum, riset, atau administrasi. Arsip audiovisual, dan lainnya, bisa digunakan ulang atau diulas dan dibicarkan dalam media kreatif baru yang bentuknya bisa saja sangat berbeda atau, sama-sama arsip audiovisual juga dan dengan sendirinya memberikan konteks baru. Sejumlah karya kreatif telah menggunakan, mendiskusikan dan menunjukkan gejolak zaman yang mampu direkam oleh arsip audiovisual baik dalam konteks konten, media, maupun carrier. read more

Meneladani Tradisi Pengarsipan Bagong Kussudiarja: Pengelolaan Arsip di Padepokan Seni Bagong Kussudiarja

Oleh: Herraditya Mahendra

Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) dibangun dan didirikan pada tahun 1978 oleh maestro seni Indonesia Bagong Kussudiardja di Kab. Bantul, D.I. Yogyakarta. PSBK memusatkan perhatian pada pertumbuhan dan pengembangan nilai seni, baik yang berbentuk keindahan hidup bersama maupun karya. PSBK memakai metode belajar aktif-partisipatif yang menjembatani proses kerjasama  seniman dan masyarakat untuk bersama-sama memanfaatkan kesenian untuk mencapai kehidupan yang bermartabat dan beradab. read more

Televisi: Media Berbasis Waktu dan Para Penontonnya*

Oleh: Lillyana Mulya

Dalam artikel di jurnal Wacana yang diterbitkan tahun 2019, Els Bogaerts menulis bagaimana upayanya menelusuri arsip tentang suatu tayangan televisi yang sempat disiarkan oleh TVRI pada masa Orde Baru. Acara itu berjudul Siung Macan Kombang (The Panther’s Fang) yang ditayangkan setiap Senin sore pada bulan Oktober 1992. Siung Macan Kombang adalah judul ketoprak Jawa yang diciptakan oleh Hasmi (Harya Suryaminata). Scriptnya ditulis dalam bahasa Jawa sehari-hari pada tahun 1989. Satu hal yang membuatnya menarik dan menempel dalam memori kolektif masyarakat di Jawa adalah pengemasan serial itu menjadi sebuah ketoprak sayembara. Inovasi ini menjadi satu model persuasif untuk menarik penonton televisi sebanyak-banyaknya pada masa itu. read more

Film Dokumenter Sebagai Sumber Pengetahuan: Pengelolaan Arsip Audio Visual di Forum Film Dokumenter Yogyakarta

Oleh: Herraditya Mahendra

Forum Film Dokumenter (FFD) merupakan sebuah lembaga yang memiliki fokus pada perkembangan film dokumenter secara umum. Lembaga ini merupakan organisasi nirlaba yang berfokus pada pengembangan film dokumenter sebagai medium ekspresi dan ekosistem pengetahuan melalui program ekshibisi, edukasi, distribusi, dan pengarsipan film. Sejak mengawali kegiatannya dari tahun 2002 sampai sekarang, FFD telah berperan aktif dalam membuka kolaborasi antarpelaku dalam ekosistem perfilman Indonesia melalui medium dokumenter. read more

Melipat Jarak dan Waktu dengan Arsip Seni Visual

Oleh: Hardiwan Prayogo*

Apa yang terjadi ketika IVAA berdiri?

Indonesian Visual Art Archive (IVAA) berdiri pada tahun 1995 dengan nama Yayasan Seni Cemeti (YSC). Kala itu, Nindityo Adipurnomo dan Mella Jaarsma mengajak Yustina W. Neni, Agung Kurniawan, Raihul Fadjri, Anggi Minarni, dan Koni Herawati untuk mewujudkan gagasan mendirikan satu lembaga yang fokus menangani dokumentasi dan arsip seni rupa. Para inisiator ini diantaranya kini berkedudukan sebagai board member IVAA. Tahun 2007, YSC berubah nama menjadi IVAA. Terlihat perbedaan karena sebagai lembaga kearsipan, tahun 2007 baru benar-benar meletakkan nama arsip sebagai identitas lembaganya. Sejarah singkat mengenai kelembagaan dapat dilihat pada halaman profil website IVAA. Atau jika para pembaca ingin mengetahui sejarah yang lebih komprehensif, bisa membaca buku Folders 10 Tahun Dokumentasi Yayasan Seni Cemeti. Sebagai pembuka, saya ingin memberikan gambaran umum mengenai situasi konteks sosial yang terjadi pada medio 90an. read more

Radio Sebagai Sistem Peringatan Dini dari Singapore Bureau*

Oleh: Lillyana Mulya

Radio, dalam sejarah Indonesia memang memiliki posisi yang begitu signifikan dalam mengalirkan informasi atau sebagai alat komunikasi pada masa perjuangan, namun kajian tentangnya masih sedikit dilakukan (Widya F.N.: 2016). Di kalangan bumiputera, perjumpaan dengan radio dimulai sejak masa Hindia Belanda. Tercatat kalangan bangsawan Mangkunegaran adalah bumiputera pertama yang mendirikan stasiun radio sendiri yang disebut dengan Solosche Radio Vereniging (SRV) pada tahun 1934. Selanjutnya, dalam perannya sebagai media komunikasi, radio menyiarkan pidato-pidato, lagu dan acara budaya yang mengobarkan semangat ke-Indonesiaan selama pendudukan Jepang. Pendirian Radio Republik Indonesia sebagai radio pertama milik Indonesia juga tak lepas dari peran pegawai bumiputera di stasiun radio Hoso Kanri Kyoku (stasiun radio pusat yang saat itu dikuasai Jepang). read more

Bagaimana Spotify Membuka Langkah Proses Katalogisasi Arsip Rekaman Suara

Oleh: Widiatmoko Adi Putranto dan Regina Dwi Shalsa Mayzana

Katalogisasi arsip merupakan salah satu bagian penting dan tak terelakkan dari proses preservasi, tak terkecuali bagi arsip berjenis rekaman suara berupa album musik berbentuk CD (Compact Disc). Mengabaikan katalogisasi dapat memicu kemungkinan yang berujung pada inefisiensi upaya pelestarian. Sebaliknya, katalog yang akurat, konsisten, dan jelas (Read & Czajkowski 2003) penting untuk dihadirkan demi terciptanya keberlangsungan akses di masa depan. Namun, kegiatan tersebut ternyata menghadirkan cukup banyak tantangan, terutama bagi para kataloger pemula. Manifestasi album musik yang unik serta data yang seringkali dijabarkan secara implisit membuat kebutuhan informasi dalam pembuatan metadata katalog bisa jadi tidak berhasil diidentifikasi. read more

IRAMA NUSANTARA: Kerja Pengarsipan Musik Populer Indonesia

Oleh: Ignatius Aditya Adhiyatmaka

Musik populer yang merupakan bagian dari budaya populer pada umumnya tidak dianggap sebagai cultural heritage atau warisan budaya. Hal tersebut disebabkan oleh istilah “budaya” yang sering kali hanya merujuk pada budaya adiluhung atau high culture. Budaya populer yang bersifat komersil, diproduksi secara massal, dan dianggap tidak otentik menjadikannya ditempatkan bersebrangan dengan budaya adiluhung (Shuker, 2001). Namun demikian, jarak yang memisahkan budaya adiluhung dengan budaya populer perlahan semakin menghilang dalam konteks modernitas yang terjadi di beberapa dekade terakhir (Storey, 1993). Selain itu, konsep mengenai warisan budaya juga menjadi sangat terkontestasi dan bercabang (Atkinson, 2008). Batas antara budaya populer dengan budaya adiluhung yang cenderung menipis serta terjadinya kontestasi konsep warisan budaya kemudian memunculkan beberapa pemahaman baru mengenai peran musik populer dalam budaya yang dijalani dan hidup di tengah masyarakat. read more

Arsip Audiovisual KUNCI Study Forum and Collective

Oleh: Fiky Daulay

Berawal dengan nama KUNCI Cultural Studies Center, KUNCI adalah kelompok belajar yang dibentuk oleh Nuraini Juliastuti dan Antariksa pada tahun 1999 sebagai upaya untuk membentuk ruang alternatif pasca kejatuhan Orde Baru. Pada praktiknya, KUNCI berperan sebagai pusat kajian budaya nirlaba melalui kerja-kerja penelitian dan publikasi dalam semangat lintas disiplin dan lokalitas seputar seni, budaya dan pendidikan alternatif. KUNCI membayangkan diri sebagai ruang produksi pengetahuan yang berpijak pada kesadaran praksis politik budaya di tengah politik praktis yang berkembang setelah kejatuhan rezim. read more