Oleh: Irfan R. Darajat
Gedung Pantja Dharma yang kini berfungsisebagai kompleks ruang pendidikan Sekolah Vokasi, UGM yang dihuni oleh 8 Departemen dan 23 Program Studi, merupakan bangunan cagar budaya provinsi Yogyakarta. Gedung Pantja Darma pada awal pendiriannya disebut sebagai gedung Schiec-terrein atau Lapangan Tembak Sekip. Gedung Pantja Dharma memiliki sejarah yang panjang sebagai suatu komplek Bagunan Cagar Budaya. Salah satu peritiwa paling penting yang pernah diadakan di Gedung Pantja Dharma adalah rapat persiapan Konferensi Colombo.
Gedung Pantja Dharma terletak pada ruang Jalan Persatuan dan dikelilingi oleh 4 ruas jalan yang lain, yaitu Jalan Acasia, Jalan Yacaranda, dan Jalan DR. Sardjito. Keempat ruas jalan ini menopang beberapa aspek kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Terdapat kompleks perbankan di sebelah utara gedung, simpang emapt di sisi Selatan gedung, kompleks rumah ibadah di sisi Timur gedung, terdapat kompleks perbelanjaan di sisi Tenggara gedung, barisan penjualan jasa perbaikan tas di sisi selatan gedung, serta pada bagian trotoar di muka dan sampaing gedung merupakan tempat pedagang kaki lima penjual makanan. Aktivitas yang begitu dinamis diperlihatkan oleh masyarakat di sekitar Gedung Pantja Dharma. Sebagai bagunan cagar budaya dan ruang pendidikan, Gedung Pantja Dharma memengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Hal yang paling menonjol tetapi seringkali luput adalah aspek suara lingkungan yang melingkupi Gedung Pantja Dharma.
Dengan status Gedung Pantja dharma yang kini telah ditetapkan sebagai bagunan Cagar budaya Provinsi, praktik perekaman suara di area gedung. Pendekatan soundscape digunakan untuk mengamati tingkat kebisingan di sekitar bangunan cagar budaya yang sekaligus juga berfungsi sebagai ruang pendidikan. Pendekatan soundscape juga dapat digunakan untuk mengamati variasi suara yang muncul akibat pergaulan sosial masyarakat di sekitar bagunan cagar budaya. ini dapat mendorong aspek-aspek penting yang dapat dipersiapkan dalam peningkatan status cagar budaya Gedung Pantja Dharma ke tingkat Nasional. Peningkatan status tersebut diharapkan dapat memengaruhi kebijakan untuk meningkatan perawatan, penjagaan, dan pelestarian warisan budaya Indonesia.
Metode pengambilan soundscape menggunakan teknik binaural recording, dengan menggunakan microphone omnidirectional yang mencona coba menyerupai telinga manusia, untuk mencoba mendekati hasil yang mendekati dengan persepsi pendengaran manusia. Pengambilan rekaman suara akan dilakukan dengan waktu yang berbeda dalam hari yang berbeda. Pengambilan data dapat dilakukan dengan cara mengambil hari Senin pada pagi, siang, sore, dan malam hari. Selain hari senin Hari yang dipilih adalah hari Jumat dan Sabtu untuk menandakan waktu kerja sivitas akademika dan interiksa lingkungan dengan kota Yogyakarta yang terkenal dengan kawasan pariwisata. Pengambilan rekaman suara ini akan terus dilakan secara periodik dalam kurun waktu kelipatan 1 tahun untuk mengamati perubahan sosial melaui variasi kemunculan suara. Data selanjutnya adalah persepsi pendengar atas suara tersebut. Pendengar dalam hal ini adalah sivitas akademik yang menghidupi bangunan cagar budaya dan ruang pendidikan Gedung Pantja Dharma. Subjek pendengar dalam penelitian ini pun tidak tunggal, selain sivitas akademik, pendengar yang lain adalah para masyarakat yang hidup dan bekerja di ruang-ruang trotoar cagar budaya Gedung Pantja Dharma. Pengambilan data dari pendengar akan dilakukan dengan teknik survey dan wawancara.
Dalam proses perekaman suara yang masih terus berlangsung ini, temuan rekaman suara banyak memunculkan keragaman suara yang dihadilkan oleh mesin yang dioperasikan oleh manusia. Suara kendaraan bermotor (roda dua dan roda empat), suara adzan, suara dengung mesin penyejuk udara, dan kadang-kadang melintas suara ambulans. Dengan adanya beberapa pohon peneduh dan rindag di kawasan Gedung Pantjadharma, suara kicau burung masih sesekali terdengar, suara percakapan mahasiswa, dan suara pengamen di simpang empat Mirota Kampus terkadang menembus Hall gedung paling selatan.
Aktifitas field recording dalam hal ini dapat digunakan pula sebagai data awal untuk menyusun wacana terkait dengan Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan sesuai dengan capaian SDGs 11. Bagaimana melalui suara kita dapat merekam geliat ekonomi-sosial-politik warga yang hidup berdampingan dengan civitas akademik. Bagaimana institusi pendidikan berkontribusi pada imajinasi pembangunan kota yang inklusif, aman, dan berkelanjutan.
Referensi:
Bartalucci, Chiara, and Sergio Luzzi. 2020. “The Soundscape in Cultural Heritage.” IOP Conference Series: Materials Science and Engineering 949(1):012050. doi: 10.1088/1757-899X/949/1/012050.
Kane, Brian. 2014. Sound Unseen: Acousmatic Sound in Theory and Practice. Oxford New York: Oxford university press.
Irfan R. Darajat merupakan Dosen Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi DBSMB UGM.