Universitas Gadjah Mada PUSAT DOKUMENTASI BUDAYA
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
  • Beranda
  • Tentang Kanal
  • Artikel Berita
  • Dokumentasi
    • Pameran Arsip Virtual 2020
    • Archives Online Exibition
    • Biografi
    • Video Dokumenter
    • Arsip Sejarah Lisan
  • Kontak Kami
  • Beranda
  • artikel
  • IRAMA NUSANTARA: Kerja Pengarsipan Musik Populer Indonesia

IRAMA NUSANTARA: Kerja Pengarsipan Musik Populer Indonesia

  • artikel
  • 30 July 2020, 03.59
  • Oleh: tim editor
  • 0

Oleh: Ignatius Aditya Adhiyatmaka


Musik populer yang merupakan bagian dari budaya populer pada umumnya tidak dianggap sebagai cultural heritage atau warisan budaya. Hal tersebut disebabkan oleh istilah “budaya” yang sering kali hanya merujuk pada budaya adiluhung atau high culture. Budaya populer yang bersifat komersil, diproduksi secara massal, dan dianggap tidak otentik menjadikannya ditempatkan bersebrangan dengan budaya adiluhung (Shuker, 2001). Namun demikian, jarak yang memisahkan budaya adiluhung dengan budaya populer perlahan semakin menghilang dalam konteks modernitas yang terjadi di beberapa dekade terakhir (Storey, 1993). Selain itu, konsep mengenai warisan budaya juga menjadi sangat terkontestasi dan bercabang (Atkinson, 2008). Batas antara budaya populer dengan budaya adiluhung yang cenderung menipis serta terjadinya kontestasi konsep warisan budaya kemudian memunculkan beberapa pemahaman baru mengenai peran musik populer dalam budaya yang dijalani dan hidup di tengah masyarakat.

Beberapa individu, tidak terkecuali yang berada di Indonesia, mulai melihat musik populer dapat berperan penting dalam membentuk memori kultural hingga identitas. Dengan berdasar pada kesamaan pemahaman tersebut, muncul beberapa inisiatif membentuk komunitas untuk mengarsipkan segala sesuatu yang berhubungan dengan musik populer Indonesia. Sejalan dengan Assmann (2008), inisiatif kerja pengarsipan musik populer dapat dilihat sebagai sebuah proses pembentukan memori dari berbagai benda atau material yang dimaknai sebagai sarana untuk mengingat. Salah satu dari beberapa insiatif kerja pengarsipan musik populer Indonesia adalah Irama Nusantara. Resmi dibentuk pada tahun 2011, Irama Nusantara menjadi inisiatif kerja pengarsipan yang selalu didasarkan pada usaha membentuk arsip musik populer Indonesia yang mudah diakses oleh publik. Usaha tersebut diwujudkan oleh Irama Nusantara dengan mengunggah semua arsip rekaman yang sebelumnya telah didigitaisasi ke situs mereka yang dapat diakses di www.iramanusantara.org.

Para penggagas Irama Nusantara sebenarnya telah mulai mengarsipkan musik populer Indonesia secara digital pada tahun 1998. Saat masih berkuliah di Bandung, David Tarigan, Toma Avianda, dan Christoforus Priyonugroho berinisiatif membuat situs daring untuk mengunggah dan berbagi hasil digitasi koleksi rekaman musik populer Indonesia pribadi mereka dengan nama Indonesia Jumawa. Setelah berjalan sekitar kurang lebih 2 tahun, situs Indonesia Jumawa akhirnya terbengkalai karena kesibukan para penggagasnya. Kepedulian David Tarigan pada kesejarahan musik populer Indonesia membuatnya kembali berinisiatif membuat radio daring bernama Kentang Radio di tahun 2009 yang khusus menyiarkan musik populer Indonesia dari masa lampau. Semua rekaman musik yang disiarkan oleh Kentang Radio adalah bagian dari koleksi pribadi milik David Tarigan dan juga arsip digital yang telah dibentuk Indonesia Jumawa sebelumnya. Antusiasme publik dalam merespon siaran-siaran Kentang Radio akhirnya membuat David Tarigan tergerak mengajak para penggagas Indonesia Jumawa dengan sekaligus mengajak Alvin Yunata, Mayumi Haryoto, Norman Illyas, dan Dian Wulandari untuk kembali mengarsipkan musik populer Indonesia dengan membentuk Irama Nusantara.

Dalam rangka mewujudkan tujuan mereka untuk membentuk arsip digital musik populer Indonesia yang lebih lengkap, Irama Nusantara mulai mendigitasi rekaman-rekaman yang berasal dari koleksi pribadi para kolektor rekaman dan juga arsip rekaman yang dimiliki oleh institusi formal seperti Radio Republik Indonesia. Selain itu, Irama Nusantara juga sering kali “meminjam” rekaman-rekaman yang beredar di para pedagang rekaman musik bekas untuk didigitasi terlebih dahulu sebelum kemudian dikembalikan untuk diperjualbelikan kembali. Irama Nusantara memilih untuk lebih fokus mengarsipkan rekaman-rekaman musik populer Indonesia dalam format piringan hitam berbahan vinil dan shellac karena lebih riskan rusak hingga menjadi relatif lebih sulit untuk diakses oleh publik jika dibandingkan dengan format-format lain seperti kaset dan cakram padat.

Gambar 1. Proses digitasi rekaman di rumah kolektor rekaman musik populer Indonesia.

Proses pengarsipan rekaman yang dilakukan oleh Irama Nusantara dimulai dari proses digitasi yang ditujukan untuk mengubah audio analog menjadi digital untuk dapat disimpan di hard disk. Data audio digital hasil digitasi kemudian direstorasi dengan menggunakan perangkat lunak dengan tujuan menghilangkan suara-suara yang tidak diinginkan akibat adanya kecacatan fisik dari rekaman vinil maupun shellac. Setelah selesai direstorasi, data audio kemudian digandakan sekaligus dikonversi menjadi format audio berkualitas rendah (MP3 dengan bitrate 56 Kbps) yang setara dengan kualitas suara radio AM untuk diunggah ke situs daring, sedangkan data audio berkualitas tinggi diarsipkan di server luring internal milik Irama Nusantara dengan akses terbatas. Strategi untuk merendahkan kualitas audio yang diunggah ke situs daring Irama Nusantara dimaksudkan agar mencegah munculnya permasalahan Hak atas Kekayaan Intelektual dan juga mencegah adanya peluang kegiatan produksi dan/atau publikasi ulang. Tidak hanya audio, sampul dan stiker label pada rekaman juga dipindai dan direstorasi untuk dijadikan sebagai data visual yang diarsipkan dan juga diunggah ke situs daring sebagai informasi pendukung data audio.

Gambar.2 Proses digitasi piringan hitam (kiri) dan Proses restorasi data audio (kanan)

Sampai saat ini, Irama Nusantara telah berhasil mendigitasi, mengarsipkan, mengunggah, dan membuka akses data audio serta visual dari sedikitnya 3000 rekaman musik populer Indonesia yang dirilis antara tahun 1920-an hingga 1980-an. Selain mengunggah data rekaman, Irama Nusantara juga sedang dalam proses mendigitasi majalah musik populer Indonesia yang terbit di masa lampau seperti Aktuil dan juga beberapa memorabilia lain seperti poster acara musik serta foto-foto musisi populer Indonesia.

Gambar 3. Proses restorasi data visual (kiri) dan Proses memindai sampul rekaman (kanan)

Sebagai sebuah arsip berbasis komunitas yang didirikan oleh para enthusiasts atau penggemar musik populer Indonesia, Irama Nusantara dapat diidentifikasi serupa dengan institusi-institusi pengarsipan musik populer independen yang dinamai oleh Sarah Baker (2015: 2) sebagai “DIY institutions”. Lebih lanjut, ketika meneliti beberapa DIY Institutions di berbagai negara, Baker menyimpulkan bahwa persepsi mengenai musik populer yang secara umum belum begitu dihargai di ranah publik hingga berpengaruh pada proses pendanaan dari berbagai pihak, termasuk Pemerintah, menjadi faktor utama yang sering kali menghambat keberlangsungan DIY Institutions. Hambatan tersebut juga sering kali ditemui oleh Irama Nusantara dan hingga kini tetap menjadi ancaman utama bagi keberlangsungan komunitas dan arsip yang telah mereka bentuk.

Referensi:

Assman, J.,2008. Communicative and Cultural Memory. Dalam Erll, A. dan Nünning, A. (eds.). Cultural Memory Studies: An International and Interdisciplinary Handbook. De Gruyter, Berlin.

Atkinson, D., 2008. The heritage of mundane places. In: Graham, B., Howard, P. (Eds.), The      Research Companion to Heritage and Identity. Ashgate, Aldershot, UK.

Baker, S., 2015. Do-It-Yourself Institutions of Popular Music Heritage: the Preservation of Music’s Material Past in Community Archives, Museums and Halls of Fame. Archives and Records, DOI: 10.1080/23257962.2015.1106933

Shuker, R., 2001. Understanding Popular Music, 2nd edition. Routledge, London.

Storey, J., 1993. An Introduction to Cultural Theory and Popular Culture, 2nd edition. Prentice Hall, London.

Tags: audiovisual

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Recent Posts

  • Peran Lembaga Kearsipan dalam Pelestarian Khazanah Arsip dan Mendukung Sustainable Development Goals
  • Meningkatkan Efisiensi Pemerintahan Melalui Teknologi: Pemanfaatan Aplikasi SRIKANDI dalam Pengelolaan Arsip Dinamis di Era SDG’s
  • Analisis Perlindungan Privasi dan Keamanan Data Pribadi: UU No 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi
  • Merawat Ingatan Tentang Bangunan Cagar Budaya Melalui Rekaman Suara
  • Mendengarkan Pantjadharma: Apa yang dibicarakan Saat Kita Mendengarkan Suara-Suara?

Recent Comments

    Universitas Gadjah Mada

    Pusat Dokumentasi Budaya

    Program Studi Kearsipan

    Sekolah Vokasi
    Universitas Gadjah Mada
    Sekip Unit 1 Catur Tunggal Depok Sleman Yogyakarta 55281
    arbramantya@ugm.ac.id
    pusdok.sv.ugm@gmail.com
    +62 (274) 548499
    +62 (274) 548499

    © Pusat Dokumentasi Budaya Universitas Gadjah Mada

    KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

    [EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju