artikel
Monday, 3 September 2018
Bagi kita sebagai warga negara, informasi digital sangatlah penting. Hal ini di antaranya untuk mencari sumber referensi, mencari data, dan lain sebagainya. Didalam informasi yang kita cari tersebut terkadang mengandung sesuatu kasus yang sudah lampau dan juga sudah selesai (habis masa perkaranya). Orang dalam kasus tersebut seharusnya bisa dihapuskan nama dan beritanya, karena kasus tersebut telah selesai (Right to be Forgotten). Right to be forgotten merupakan hak untuk dilupakan dari publik terkait kasus yang pernah dialami seseorang dimasa lampau. Jika kita lihat di negara lain, pada 2010, seorang warga negara Spanyol mengajukan gugatan terhadap media massa dan Google ke Pengadilan Spanyol. Ia menggugat karena merasa bahwa privasinya terganggu atas informasi kasus yang masih ditemukan di Google, padahal kasus itu sudah dinyatakan selesai (resolved) beberapa tahun yang lampau, sehingga informasi yang ada di Google tersebut sudah tidak relevan. Ia lantas mengajukan permohonan supaya pengadilan meminta media massa dan Google menghapus konten informasi yang telah merugikannya itu. Pengadilan Spanyol kemudian meminta pendapat dari Pengadilan Uni Eropa, apakah Peraturan tentang Perlindungan Data Uni Eropa 1995 berlaku untuk mesin pencari seperti Google; apakah aturan itu berlaku untuk Google Spanyol mengingat bahwa server Google berada di Amerika Serikat; dan apakah penggugat mempunyai hak untuk meminta agar data dirinya dihapuskan dari Google (right to be forgotten). Setelah berproses selama empat tahun, Pengadilan Uni Eropa dalam putusannya pada Mei 2014 menyatakan bahwa meskipun server Google ada di AS, ia terikat pada Peraturan tentang Perlindungan Data Pribadi, karena Google mempunyai cabang di Spanyol; Google harus mematuhi aturan tersebut; dan penggugat mempunyai hak untuk dilupakan (dalam kondisi tertentu) dengan meminta Google menghapus informasi tentang dirinya. Namun Pengadilan Uni Eropa menegaskan, ketentuan untuk menghapus informasi tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu jika informasi tersebut tidak akurat (inaccurate), tidak relevan (irrelevant), tidak memadai (inadequate), atau berlebihan (excessive).
Google sebenarnya menyimpan kekhawatiran akan terjadi penyalahguanaan hak dan juga arsip elektronik. Terlebih jika aturan ini diberlakukan di negara-negara yang belum maju dan cenderung korup. Kekhawatiran itu diutarakan langsung oleh pendiri Google, Larry Page. Sebagai contoh, pianis Dejan Lazic pernah mencoba menggunakan Hak untuk dilupakan ini demi bisa menghapus ulasan negatif tentang penampilannya dari The Washington Post. Lazic mengklaim bahwa kritik itu memfitnah, kejam, ofensif, dan tidak relevan untuk seni. Google tentu menolak menghapus jenis tautan yang seperti itu. Sejak tuntutan Cosjeta dikabulkan, permintaan penghapusan tautan yang diterima Google meningkat. Berdasarkan data keterbukaan dari situs resmi Google, jumlah tautan yang sudah dievaluasi untuk dihapus tercatat sebanyak 1,63 juta. Ia berasal dari 523.394 permintaan. Tautan dari Facebook menjadi yang terbanyak diminta untuk dihapus, yakni mencapai 13.852 tautan.
Bagaimana jika di Indonesia? Google Search Engine atau mesin pencari Google saat ini berfungsi sebagai mesin pencari semua jenis informasi. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) hasil perubahan telah resmi berlaku kemarin (28 November 2016). Di dalam perubahannya, salah satunya diatur tentang “right to be forgotten” di Pasal 26 atau hak bagi seseorang untuk dihapuskan informasi tentang dirinya di media internet. Kepala Sub-Direktorat Penyidikan dan Penindakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Teguh Arifiyadi menjelaskan bahwa penerapan right to be forgotten di Indonesia akan berbeda dengan negara lain. Penghapusan konten di Uni Eropa atau Rusia atau negara lainnya yang menerapkan hanya dilakukan sebatas dalam mesin pencari (search engine), di Indonesia nantinya tidak akan seperti itu. implementasi right to be forgotten di Indonesia nantinya tidak hanya pada mesin pencari (search engine). Penghapusan konten yang dianggap tidak relevan berdasarkan penetapan pengadilan langsung dilakukan oleh penyelenggara sistem elektronik yang memegang kendali langsung atas suatu konten tertentu. Hal tersebut tegas disebut dalam Pasal 26 ayat (3) revisi UU ITE: “Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan”. Frasa „berada di bawah kendalinya‟ menjadi penegasan dimana implementasi di Indonesia tidak hanya pada mesin pencari. Selain itu, perbedaan penerapan right to be forgotten yang lain adalah soal luasnya cakupan informasi atau dokumen elektronik yang dapat dimohonkan penghapusan oleh seseorang. Dalam revisi UU ITE, konten yang dapat dimohonkan penghapusan tak hanya mengenai konten yang berkaitan dengan data pribadi, namun lebih luas dari hal itu. Apapun informasi atau dokumen elektronik sepanjang dinilai tidak relevan, maka yang bersangkutan dapat meminta penghapusan dengan menunggu penetapan pengadilan. Selain itu, hak untuk dilupakan ini masih banyak menjadi perbincangan di Indonesia karena dianggap “berbenturan” dengan hak atas informasi. Yang harus dipelajari dari Hak Asasi Manusia (HAM) ini adalah hak-hak yang dibatasi oleh “asasi” manusia. Jadi tidak semua keinginan dari masyarakat harus terpenuhi. Tetapi yang jelas ada batasan atau koridor-koridor yang harus kita patuhi terlebih dahulu sebelum kita mendapatkan hak yang kita inginkan. Begitu pula dengan right to be forgottem ini, harus ada prosedur serta tata cara tertentu agar keinginan untuk dilupakannya dapat dikabulkan. Satu hal yang terpenting, Indonesia sebagai negara hukum sudah berusaha untuk membuat ataupun menciptakan suatu aturan main agar masyarakatnya merasa aman dan terlindungi. Hanya saja hukum ini belum begitu sempurna karena ada beberapa poin pembahasan yang harus ditelaah lebih dalam lagi baik dari segi hukum, teknologi informasi, maupun kearsipan. Hak untuk dilupakan ini adalah sebuah konsep yang sudah didiskusikan dan dipraktikkan di Eropa dan Argentina sejak 2006. Ia memberikan hak kepada setiap individu untuk meminta mesin pencari menghapus tautan berkaitan dengan data pribadi mereka. Menurut banyak kabar, penerapan hak untuk dilupakan di Indonesia ini hanya sebatas pencarian akses yang akan dipersulit diwilayah domain atau negara yang bersangkutan. Tetapi masih bisa diakses oleh negara diluar domain dan kontennya masih tersedia. kewenangan pemutusan akses oleh Kominfo secara teknis hanya Geo Blocking, artinya suatu konten hanya terblokir sebatas wilayah Indonesia. Apabila diakses dari luar Indonesia, maka konten tersebut masih tetap bisa diakses. Boleh jadi, secara efektivitas tidak terlalu berdampak namun setidaknya bisa meredam upaya akses dari siapapun agar hak pribadi masih tetap terlindungi. read more