Arsip:

artikel

Bagaimana Spotify Membuka Langkah Proses Katalogisasi Arsip Rekaman Suara

Oleh: Widiatmoko Adi Putranto dan Regina Dwi Shalsa Mayzana

Katalogisasi arsip merupakan salah satu bagian penting dan tak terelakkan dari proses preservasi, tak terkecuali bagi arsip berjenis rekaman suara berupa album musik berbentuk CD (Compact Disc). Mengabaikan katalogisasi dapat memicu kemungkinan yang berujung pada inefisiensi upaya pelestarian. Sebaliknya, katalog yang akurat, konsisten, dan jelas (Read & Czajkowski 2003) penting untuk dihadirkan demi terciptanya keberlangsungan akses di masa depan. Namun, kegiatan tersebut ternyata menghadirkan cukup banyak tantangan, terutama bagi para kataloger pemula. Manifestasi album musik yang unik serta data yang seringkali dijabarkan secara implisit membuat kebutuhan informasi dalam pembuatan metadata katalog bisa jadi tidak berhasil diidentifikasi. read more

Mengawinkan Arsip, Museum, dan Perpustakaan Paska Pandemi Covid-19

oleh : Rina Rakhmawati

Awal 2020 tampak menjadi era baru sekaligus menantang, tidak hanya bagi dunia, tetapi juga Indonesia. Kemunculan wabah covid-19 seolah menjadi penanda akan adanya perubahan besar di segala aspek kehidupan. Perubahan signifikan pun dirasakan di bidang informasi dan dokumentasi, khususnya kearsipan. Indonesia yang dinilai masih lamban dalam menanggapi percepatan teknologi untuk kearsipan, bersamaan dengan pandemi covid-19, seolah dipaksa bergerak cepat beradaptasi. Ledakan data dan informasi yang sudah dimulakan dengan fenomena big data semakin meruak dengan terciptanya beragam dokumen elektronik, termasuk dokumen yang merekam segala perubahan di masyarakat selama masa pandemi covid-19. Fenomena ledakan rekaman informasi kemudian dikemas ulang oleh CoronaMemory.id. read more

IRAMA NUSANTARA: Kerja Pengarsipan Musik Populer Indonesia

Oleh: Ignatius Aditya Adhiyatmaka

Musik populer yang merupakan bagian dari budaya populer pada umumnya tidak dianggap sebagai cultural heritage atau warisan budaya. Hal tersebut disebabkan oleh istilah “budaya” yang sering kali hanya merujuk pada budaya adiluhung atau high culture. Budaya populer yang bersifat komersil, diproduksi secara massal, dan dianggap tidak otentik menjadikannya ditempatkan bersebrangan dengan budaya adiluhung (Shuker, 2001). Namun demikian, jarak yang memisahkan budaya adiluhung dengan budaya populer perlahan semakin menghilang dalam konteks modernitas yang terjadi di beberapa dekade terakhir (Storey, 1993). Selain itu, konsep mengenai warisan budaya juga menjadi sangat terkontestasi dan bercabang (Atkinson, 2008). Batas antara budaya populer dengan budaya adiluhung yang cenderung menipis serta terjadinya kontestasi konsep warisan budaya kemudian memunculkan beberapa pemahaman baru mengenai peran musik populer dalam budaya yang dijalani dan hidup di tengah masyarakat. read more

Arsip Audiovisual KUNCI Study Forum and Collective

Oleh: Fiky Daulay

Berawal dengan nama KUNCI Cultural Studies Center, KUNCI adalah kelompok belajar yang dibentuk oleh Nuraini Juliastuti dan Antariksa pada tahun 1999 sebagai upaya untuk membentuk ruang alternatif pasca kejatuhan Orde Baru. Pada praktiknya, KUNCI berperan sebagai pusat kajian budaya nirlaba melalui kerja-kerja penelitian dan publikasi dalam semangat lintas disiplin dan lokalitas seputar seni, budaya dan pendidikan alternatif. KUNCI membayangkan diri sebagai ruang produksi pengetahuan yang berpijak pada kesadaran praksis politik budaya di tengah politik praktis yang berkembang setelah kejatuhan rezim. read more

Generasi Milenial dan Eksistensi Tari Angguk Kulon Progo

Oleh: Andri Handayani

Kulon Progo adalah salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang kaya akan seni tradisi. Beberapa seni tradisi khas Kulon Progo seperti seni tari Jathilan, Incling, Kuda Kepang, Incling, Dolalak, Angguk, Oglek, Krumpyung, Zabur (seni teater), Langen Toyo, Tayup topeng maupun strek (seni silat keagamaan) masih digemari (nasional.tempo.co). Tari Angguk yang merupakan salah satu seni tradisi ‘icon’ Kulon Progo tersebut bahkan sudah ditetapkan menjadi warisan budaya takbenda Indonesia dari provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2016. Oleh karena itu, sangatlah menarik jika kita dapat mengetahui lebih banyak tentang Tari Angguk. read more

Pemanfaatan eLisa dalam Proses Pembelajaran Mata Kuliah Bidang Kearsipan

Learning Management System (LMS) merupakan istilah global untuk sistem komputer yang dikembangkan secara khusus dalam mengelola pembelajaran online, distribusi materi dan memungkinkan kolaborasi antara mahasiswa dengan dosen sebagai pembelajar sepanjang hayat (longlife learner). Meskipun perkembangan teknologi berkembang cukup pesat yang identik dengan era disrupsi, UGM sebagai institusi pendidikan tertua di Indonesia, transfer pengetahuan untuk menciptakan peserta didik yang berkompeten dan berkarakter kuat berdasarkan pancasila bersifat mutlak. Pengembangan sistem pembelajaran berbasis elektronik pun harus mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki keahlian, ketrampilan, pengetahuan, sikap dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang memungkinkan mereka siap terjun di dunia kerja. Terkait dengan bidang Kearsipan, kemampuaan yang wajib dimiliki oleh peserta didik yaitu merujuk pada kemampuan dalam mengelola dan melestarikan arsip dan diharapkan dapat memainkan peran yang siginifikan dalam melakukan pengelolaan informasi dan dokumen di tengah pertumbuhan informasi dan teknologi informasi yang sangat semakin pesat. read more

Hoax dan Pencegahannya Dalam Konteks Syariat Islam

Hoax atau pemalsuan berita dan informasi telah menjadi santapan harian bagi penduduk dunia. Beragam riset yang dilakukan akademisi hingga menghasilkan aneka penangkalnya pun seolah belum mampu menghapus fenomena hoax. Sadar akan bahayanya dan rumitnya memutus mata rantai hoax, sebagian masyarakat beraksi dengan media komunitas untuk membendung arus hoax. Dalam konteks Islam, hoax seringkali dikaitkan dengan fitnah akhir zaman dan tabiat buruk manusia yang semakin sulit dikekang, yaitu tidak mampu menahan nafsu lidah untuk bergunjing dan berbicara di luar batas pengetahuannya. read more

Arsip dan Kesenian

Arsip dan kesenian, di Indonesia, seolah tak saling berkaitan. Arsip merupakan kerja administratif. Pola pikir yang masih terus ditanamkan oleh sebagian praktisi dan akademisi di Indonesia. Sedangkan kesenian adalah hal lain yang tak ada sangkut paut secara langsung dengan administrasi. Namun bagi Indonesia Visual Arts Archive (IVAA), arsip dan kesenian merupakan dua sisi dalam sebuah koin. Bagi kesenian, arsip menjadi sarana refleksi sekaligus upaya penyelamatan memori fenomenal yang sulit diulang. read more

Menikmati Arsip dari Karya Sastra

Arsip tak hanya berkutat pada dokumen administrasi. Pun arsip tak sekedar dipahami sebagai jejak masa lalu yang dibuka pada momen-momen tertentu. Arsip juga menjadi bagian dari dunia sastra. Hingga saat ini memang belum ditemukan data statistik berapa jumlah karya sastra yang membahas tentang arsip, atau menjadikan arsip sebagai acuan utama. Tapi kita dapat mencermati beberapa karya sastra, bahkan yang paling legend hingga saat ini, bersangkut paut dengan arsip.

Bagi para penikmat sastra legendaris, tak lengkap kiranya jika belum mengoleksi dan membaca tuntas Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Kebiasaannya mengarsipkan fenomena-fenomena sosial yang terekam dalam berbagai surat kabar telah membantu Pram, melahirkan sederet karya klasik tak tergantikan. Salah satu yang secara nyata menyandarkan kisah pada arsip adalah Rumah Kaca. Novel keempat dari Tetralogi Pulau Buru masih bercerita tentang Minke, namun dari sudut pandang pejabat kolonial. Pram menyajikan alur bagaimana peran lembaga kearsipan sebagai sebuah bentuk politik Rumah Kaca yang dapat menghancurkan cita-cita dan mimpi kaum pribumi. Arsip yang menjadi rekam jejak perjuangan Minke dijadikan sebagai “alat” untuk membredel kegiatan-kegiatan politisnya. Apakah spirit kolonial itu masih ada? Silakan cermati berbagai produk kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga kearsipan kita. read more

Memaknai Kearsipan dalam Konteks Keluarga

Oleh: Tsabit Alayk Ridholah

Ketika kita mendengar kata arsip, maka pikiran kita langsung terbesit pada tumpukan kertas didalam lemari tua yang jarang dilihat. Ketika kita mendengar kata arsip, maka secara otomatis kita akan mengarah pada kertas usang sebagai bukti administrasi. Padahal, arsip sebagai rekaman informasi tidak layak dan tidak seharusnya diperilakukan seperti itu. Pada zaman sekarang, dimana internet sudah tidak menjadi kepentingan tersier lagi, google dan sosial media adalah konsumsi sehari-hari masyarakat. Memang benar adanya bahwa terkadang kita melupakan arsip milik pribadi, baik itu lupa menyimpan atau bahkan hilang. Namun pada intinya, arsip sangat dibutuhkan. Bahkan jika di level negara, jika arsip vital yang hilang, maka urusannya adalah legalitas suatu daerah, hingga bisa saja diklaim milik negara lain seperti kasus Sipadan-Ligitan. Mantan Presiden Panama, Richardo J. Alfaro mengatakan bahwa “pemerintah tanpa arsip ibarat tentara tanpa senjata, dokter tanpa obat, petani tanpa benih, tukang tanpa alat. Arsip memberikan kesaksian terhadap keberhasilan, kegagalan, pertumbuhan dan kejayaan bangsa”. Inilah bukti dari pentingnya arsip menurut mantan Presiden yang “arsip” rahasia negaranya terbongkar. read more